Ada biduanita yang berdendang; “Cinta jangan buru-buru,”
Ya, aku setuju,
Kala aku di usiamu.
Kala semuanya serba dulu,
Harus punya A dulu,
Minimal sudah B dulu,
Ingin tunaikan K dulu,
Mestinya O dulu,
Sebaiknya K dulu,
Sampai Z aksen dan barulah terbeliak bahwa waktu sudah
banyak berlalu.
Sekarang serba terburu,
Dan aku tak usah merasa malu,
Untuk mengakui bahwa sebagian dari hal yang membuatku
menggebu,
Ialah nafsu,
Ah, bukankah semua lelaki sehat juga pasti begitu ?.
Tentu bukan cuma itu.
Bukan pula sekedar panas akan pertanyaan saudara, kawan
biasa, kawan kerja, kawan dekat; “Kapan ke penghulu ?,”
Padahal seringnya orang hanya bertanya iseng-iseng sambil
lalu,
Namun demi pertanyaan itu,
Sepanjang malam, tidur nyenyakpun aku tak mampu.
Bukan juga sekedar cemburu pada teman yang lama tak
bertemu,
Tetiba hadir membawa berita; “Datang ya ke undanganku !,”
Meskipun batin ikut bahagia dan bersyukur,
Di sudut yang terdalam dari kalbu,
Ada kejut yang menggema yang lemah; “Dia yang kukenal
dulu begitu saja ternyata mampu !,”
Dalam keheranan itu,
Sepanjang malam, tidur nyenyakpun aku tak mampu.
Pun bukan sekedar iri pada kawan-kawan yang pamer tentang
rupa polah bayi-balita mereka yang lucu-lucu,
Tawa dan senyum hanyalah semu,
Di baliknya, pikiran menerawang teramat jauh,
Teringat pada peringatan; “Lambat kawin itu berarti saat
kau pensiun nanti, anak-anakmu masih butuh banyak dukung dan sangu,”
Dan demi kekhawatiran itu,
Sepanjang malam, tidur nyenyakpun aku tak mampu.
Apalagi jika sekedar terbakar pada pesan orang-orang;
“Sudahlah jangan pilih-pilih melulu,”
Perasaan terombang-ambing tak menentu,
Di satu sisi tetap berpegang pada standar kriteria A
sampai U,
Di sisi lain ada jerit menyerah; “Yang penting ada yang
mau !,”
Sungguh dalam kebimbangan itu,
Sepanjang malam, tidur nyenyakpun aku tak mampu.
Oh waktu,
Betapa kini orang tuaku tinggal separuh,
Akankah nanti janji suciku disaksikan sang ibu ?,
Akankah sampai napasnya hingga menimang cucu ?.
Oh Tuhan,
Sungguh aku sangat yakin akan ketentuan takdir-Mu,
Berujar orang-orang bijak; “Kalau jodoh pasti bertemu,”
Cukuplah itu sebagai penghibur di saat duduk-duduk
termangu.
Ah andai kau tahu dan pasti suatu saat engkau pun akan
tahu,
Ketika kau di usiaku,
Betapa ada suatu rasa, makna, nilai, tujuan yang hilang
dalam menjalani waktu demi waktu,
Betapa kawin itu bukan sekedar perlu,
Betapa cinta itu hanya butuh keputusan; “Mau atau tak mau
?,”
Mau, mari segera kita melaju,
Tak mau, ya apa lah sudah dayaku,
Dan “tunggu dulu” adalah kalimat yang perlahan membunuh harapanmu.
Ada lirik yang berujar; “Cinta jangan buru-buru,”
Ketika kau menginjak masaku,
Engkau pun akan setuju,
Bahwa pada saat tertentu,
Kita akan sangat terburu-buru,
Buru-buru cinta…
This comment has been removed by the author.
ReplyDelete