Showing posts with label Artikel Kerja. Show all posts
Showing posts with label Artikel Kerja. Show all posts

Friday, January 20, 2017

Resign Karena Sakit Hati Pada Atasan, Pantaskah ?



Artikel ini pernah kami tayangkan di www.ikapsiunisba.org pada Mei 2016 dengan judul; "Memaklumi Pemunduran Pak Wali." www.ikapsiunisba.org sendiri merupakan situs resmi dari organisasi Ikatan Keluarga Fakultas Psikologi Universitas Islam Bandung yang di dalamnya, penulis menjadi salah satu pengurus. Saat ini, situs termaksud sedang mengalami kendala sehingga tidak bisa diakses. Pada blog pribadi penulis ini, artikel tersebut kami tampilkan ulang dengan perubahan judul dan beberapa perubahan kecil pada isinya. 

 
Senin maghrib tanggal 25 April 2016 yang lalu. Secara tidak sengaja saya menonton sebuah siaran berita di Metro TV yang tengah mengumbar perihal pengunduran diri Walikota Jakarta Utara, Rustam Efendi. Hal yang menjadi bahasan utama adalah isi curhat sang walikota yang ia tumpahkan di laman Facebook pribadinya. Di situ, Pak Walikota mengungkapkan latar belakang dirinya mengambil keputusan resign yang salah satunya dikarenakan merasa terhina oleh mulut atasannya sendiri  yang tak lain dan tak bukan ialah Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Perkara lidah Pak Gubernur yang brutal, sepertinya hampir semua orang Indonesia sudah mafhum. Sudah sangat sering Ahok muncul di berbagai media massa karena tingkah kontroversialnya dalam memimpin Ibu Kota.

Sunday, January 12, 2014

To Mr. & Mrs. Leadership…




Pada suatu waktu, melalui surat elektronik, saya menerima sebuah kiriman surat lamaran. Dikirim oleh seorang sarjana dari perguruan tinggi yang cukup ternama di bilangan Jakarta dan sekitarnya. Surat lamaran tersebut dibuka oleh sebaris kalimat yang sungguh mencengangkan :
To
Mr. & Mrs. Leadership
In Place

Sontak saya tertawa terbahak-bahak. Saya benar-benar tak habis pikir akan pelamar tersebut yang menerjemahkan ke dalam Bahasa Inggris secara harfiah kalimat pembuka surat; “Kepada Bapak dan Ibu Pimpinan di Tempat.” Saya jadi teringat lelucon Inggris-inggrisan ala little-little I can (bisa sih tapi dikit-dikit), shy-shy cat (malu-malu kucing), think cook-cook ! (pikirkan masak-masak !) dan lain-lain.

Mendengar saya tertawa dengan nikmat, rekan-rekan kerja mulai penasaran dan sayapun memperlihatkan kepada mereka surat lamaran tersebut. Maka membahanalah gelak tawa di lantai tempat saya berkantor. Apa yang terjadi kemudian ialah saya tetap melanjutkan memeriksa surat lamaran itu. Namun saya tidak mencari informasi-informasi penting tentang si pelamar sehingga patut dipertimbangkan untuk dipanggil. Yang saya cari justru; Ada kekonyolan apa lagi dalam surat lamaran orang tersebut ?. Setelah kenyang tertawa, lamaranpun saya lempar ke tempat sampah (recycle bin) komputer.

Kejadian di atas terjadi sekitar 2 tahun yang lalu dan saking lucunya, sampai saat inipun masih terngiang-ngiang di benak saya. Sudah tidak terhitung saya menerima surat lamaran yang “aneh-aneh.” Meskipun ada pepatah yang mengatakan; “Jangan menilai seseorang dari kulitnya,” yang dalam hal ini si kulit itu berarti surat lamaran, jujur sedikitpun saya tidak tertarik untuk memanggil pelamar-pelamar dengan surat lamaran yang konyol.  

Praktis sebuah surat lamaran akan menjadi media pertama yang digunakan perusahaan untuk mengenal calon-calon karyawannya. Disadari atau tidak, para pelamar kerap menjadikan surat lamarannya sendiri menjadi bahan tertawaan orang lain (perusahaan yang dituju). Kalau surat lamarannya saja sudah ditertawakan atau dinilai negatif, jangan berharap terlalu jauh untuk dapat kesempatan dipanggil. Berdasarkan pengalaman saya dalam menyeleksi berkas-berkas lamaran, melalui tulisan ini saya mencoba berbagi; hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menulis surat lamaran.

Friday, March 15, 2013

IBUMU SAKIT, PULANG ATAU TIDAK ?



Akhir Juni 2011, SMKN 1 Sukabumi
Saya duduk bersampingan, selang satu kursi, dengan Pak Manager. Posisi saya agak mundur, sehingga saya bisa melihat ujung pena Pak Manager sudah mengarah ke dua kolom terbawah dari formulir wawancara; kolom LULUS dan TIDAK LULUS. Dalam hati saya berkata; “Saatnya pertanyaan pamungkas !.”
Sesuai dugaan, terlontarlah pertanyaan final tersebut dari mulut Pak Manager :
“Kamu kan tadi saya jelaskan di awal, harus mengikuti pendidikan 3 bulan di Kalsel, selama pendidikan tidak boleh pulang sama sekali. Nah sekarang, baru 1 minggu kamu ke sana, tiba-tiba orang rumah nelpon; ‘Ibu sakit !,’ kamu diminta pulang… (menghela napas dengan berat, membuat suasana dramatis)… kamu pulang atau enggak ?”
Tanpa pikir panjang, mungkin karena didorong keinginan untuk bekerja yang terlampau besar, yang diwawancara (anak baru lulus SMK) sigap menjawab :
“TIDAK pulang pak !”
Pak Manager tersenyum kecut, kepalanya menunduk kemudian sedikit menggeleng-geleng. Si anak yang diwawancara nampak kaget melihat respon Pak Manager, ketakutan kalau ia sudah salah jawab.
“Begini…. Kamu jangan buru-buru jawab, coba bayangkan situasinya dengan benar… resapi, hayati…,” Pak Manager berujar dengan nada berat (tingkat dramatisasi naik se-level lebih tinggi).
“Sekarang saya tanya lagi. Yang nelpon adalah ibumu sendiri. Menjelaskan kalau dirinya sedang sakit dan memintamu pulang… (menghela napas dengan berat lagi)… Kamu pulang atau tidak ?,” lanjut Pak Manager.