Di suatu malam pengantin yang paling ditunggu-tunggu oleh seorang manusia di dalam hidupnya. Pasangan pengantin baru itu masing-masing telah tanggal pakaian. Berbaring hadap-hadapan di atas ranjang yang elok dirupa-rupa. Saling lemparkan senyum, nuansa kehangatan mengisi ruangan. Aroma berahi merebak, sesakkan dada. Tiada gelap maupun remang, terang benderang saja, biar setiap momen dapat terlihat dengan jelas. Istri pandang lekat-lekat raga suaminya, begitupun suami melihat dengan teliti tubuh si istri. Keduanya sibuk dengan pikirannya masing-masing.
Istri
Cakap benar rupa suamiku, dagunya belah, bahunya tegap, dadanya bidang, perut berpetak-petak, agak sedikit ke bawah… alamak seperti itukah bentuk perkasa yang sering diiklankan di koran-koran ?
Dipikir-pikir, untung benar hidupku ini mendapat suami seorang bintang lapang basket SMA. Kau tahu kan bagaimana bintang basket itu ? Semua mata siswi tertuju padanya, melihat dengan penuh harap; “Aku ingin jadi pacarnya !”, menatap dengan sarat berahi; “Oh aku ingin tangannya yang berotot itu… bla bla bla…”. Tak aneh kalau dia ada di urutan nomor satu dalam daftar pria idaman sesekolahan, menyingkirkan Ketua OSIS yang jago orasi dan siswa terpandai juara lomba fisika.
Suatu waktu ia pernah membuat geger. Anita, gadis primadona sekolah kami yang notabene pacar suamiku kala itu, datang ke sekolah dengan leher ber-tensoplast. Digigit nyamuk ? Halah moso’ tusukan nyamuk sekejam itu sampai harus ditutup dengan plester luka segala. Kami mafhum benar dengan apa yang terjadi. Anita malu-malu, sedang suamiku waktu itu mendapat salam selamat dari rekan-rekan satu timnya. Bangga nian dia berhasil tinggalkan stempel bibir di leher siswi paling wahid. Uh kenapa pria selalu seperti itu ya ? Tidakkah dia merasa ada sedikit rasa… katakanlah berdosa ? Apa yang harus dibanggakan dari hal mencium seperti itu ? Ah tak tahulah aku…
Aku punya pengalaman tersendiri dalam mengamati perilaku suamiku. Aku yakin hanya diriku yang tahu. Waktu itu kami sudah senior, saatnya regenerasi, mengangkat adik-adik kelas menjadi pengurus inti di semua organisasi sekolah. Sudah tradisi diadakan workshop kilat satu hari satu malam, namanya LDKS (Latihan Dasar Kepemimpinan Siswa), bertempat di komplek sekolah. Tujuannya untuk menggembleng adik-adik agar lebih baik memimpin organisasi dari kami atau paling tidak sebaik kami. Minggu dini hari, acara jurit malam. Diselidik dengan benar tak kulihat si Mira, ketua regu pemandu sorak yang lengser. Tunggu dulu… suamiku juga tak ada ! Tanpa sengaja aku melempar pandang ke sebuah kelas jauh di depan. Pintunya membuka, Mira keluar duluan, suamiku mengikuti. Ngapain mereka gelap-gelapan di dalam kelas ?! Tak mungkinlah mereka adu main catur atau kerajinan sapu-sapu kelas malam-malam begini ! Ingin memekik tapi kutengok kanan-kiri, teman-teman khidmat mengikuti acara yang dipandu ketua Remaja Masjid terpilih. Dari jauh, kulihat suamiku betulkan celana, sementara Mira usap-usap tangan dengan tisu. Mengendap-endap mereka bergabung, aku palingkan muka dan bertindak senormal mungkin, seolah tak melihat apa-apa. Sial ! Berarti… ah sial ! Jangan-jangan tangan Mira ialah yang perta….peg… itu….suamiku… ah sial ! Kenapa sih laki-laki suka memanfaatkan seperti itu ? Bukannya pakai tangan sendiri juga bisa ?!
Lulus SMA, Tuhan takdirkan kami berbeda tempat kuliah. Dia merantau jauh ke Bandung, aku tetap di Jakarta. Meski jauh tapi Tuhan buka jalan bagiku untuk mendengar setiap kabar tentangnya, dari Yuni, teman sekelas yang juga kuliah di Kota Kembang. Secara kebetulan kos-kosan Yuni berseberangan dengan kos-kosan suamiku. Katanya, entah benar atau tidak, satu malam tetangga sebelah kosannya, yang katanya sambil kuliah nyambi jadi model, pulang ke kosan dalam keadaan mual-mual. Hamil ? Katanya sih tidak. Ditanya-tanya, akhirnya si model cerita sambil cekikikan centil kalau dia baru pulang dari kosan seberang, tepatnya dari kamar suamiku. Kurang cekatan, akhirnya ada yang tertelan, begitu katanya, apa yang tertelan ? Pokoknya tertelan saja, titik ! Padahal, katanya, si model baru kenal tiga hari dengan suamiku. Baru tiga hari ! Tiga hari ! Edan gak tuh ? Kenapa laki-laki tidak bisa menahan-nahan kalau soal begitu ? Tidak punya harga diri apa ?! Aaaaargh… geram aku jadinya…
Sejauh ini, yang kutahu baru itu saja. Perkara apa suamiku masih perjaka atau tidak, aku yakin masih perjaka laaah… Masih perjaka gak ya ? Masih ah ! Dia yang bilang kok. Tapi waktu pacarannya saja sudah seperti itu, tidak menutup kemungkinan kalau… hus ! Sudah ah, kok pikiran malah ngelantur yang enggak-enggak. Poinnya sekarang dia sudah jadi suamiku, dia cinta padaku, aku cinta padanya, yang lalu biar berlalu walaupun mereka sudah mencicipi… eh eh eh… apa pula ini “mencicipi ?” Aduh ruwet, kacau, malah jadi hilang mood begini. Gara-gara kamu sih lelaki ! Kenapa kalian nafsuan ? Kenapa ? Waktu pacaran apa di otak kalian cuma melulu soal selangkangan ? Tahan dong ! Binatang kalian ini kalau yang dikejar hanya berahi ! Idih, jangan-jangan dia menikahiku juga lantaran hanya ingin cepat-cepat merasakan… Arrrrggghhh… di mana cinta sejati yang kalian bilang ?!
Suami
Ck ck ck… Montoknya… Badanmu saja yang kecil, tapi ck ck ck… Pantas kalau dulu si Wildan jatuh prestasinya waktu jadi teman duduk sebangku-mu. Bagaimana mungkin dia bisa konsentrasi perhatikan guru kalau tiap lirik kiri, serta merta tegangan tinggi, ha ha ha ha… Wildan, Wildan, tapi salut juga aku padamu, mampu juga akhirnya kau mewujudkan obsesimu, memecahkan balon syahwat dalam himpitan daging-daging gemuk itu. Pas pula momennya waktu kita satu kelas rayakan pesta kelulusan di villa bapakmu di Puncak. Waktu itu kau rayu-rayu istriku setengah ma… ti… Ada yang salah nih… Kucing kurap ! Kenapa wanita selalu jatuh hati di telinga ? Asal dirayu, mulanya enggak mau, akhirnya oke-oke bos ! Kau harusnya tahu, Wildan waktu itu cuma ingin… ingin… itu lah !
Stop, stop, stop, itu kenangan masa lalu, memori masa remaja yang penuh kekonyolan, tapiiii… Kucing kudis ! Bukannya perempuan di novel-novel atau sinetron selalu diceritakan akan segera menolak; “Jangan Mas, tidak boleh”, “Jangan Kakanda, haram”, “Jangan Say, tahan sampai kita menikah”, kalau pacarnya mulai minta yang aneh-aneh ? Kenapa nyatanya tidak ? Waktu kuliah si Aryo pernah pacaran denganmu kan ? Dia itu anak Pak RT di komplek perumahanku. Kalau kami kumpul-kumpul malam minggu di pos ronda, bagi cerita ini-itu, yang lain cerita perkuliahan, termasuk aku yang bangga dengan kuliahku di Bandung, eh si Aryo pasti ceritanya tentang kamu yang sering telepon, memintanya agar segera bertandang ke rumahmu, mumpung lagi sepi katamu. Memang sih Aryo tak pernah cerita kalau kalian sampai “menjebol gawang”, tapi kan tetap saja… tetap saja… tidak sepatutnya perempuan nrimo malah gencar agresif seperti itu ! Iya kan ?
Walah kok malah bawa-bawa si Aryo. Orang dia sudah kawin dua tahun yang lalu dan tak ada yang jamin istrinyapun belum pernah diotak-atik oleh lelaki lain. Hup, sekarang luruskan pikiran, tatap istri di depanku, kini badannya seutuhnya milikku. Tiada yang menyentuh tubuh aduhai-mu, wahai istriku, kecuali aku… Wiro, Asep dan juga Luki waktu pesta reuni SMA setahun ke belakang… Apa ?! Kucing panu’an ! Asyik betul kau meliuk-liuk di badan mereka. Apalagi bajumu malam itu sexy sekali. Si Asep di belakang, kanan-kiri ada Luki dan Wiro. Seolah ada tombol pemacu gairah di badanmu, setiap tangan Luki atau Wiro meraba, gerakanmu tambah liar, menggila ! Hingga si Asep kepayahan, pulang-pulang celananya bau anyir, tak kuat gesekan. Aduuuh… disebut mabuk, mana mungkin orang minum segelas bir saja mabuknya sampai seperti itu ? Benar-benar lupa daratan. Disebut terlalu terbawa suasana, apakah sampai kehilangan pertahanan diri begitu ? Katanya wanita pandai jaga diri dibanding pria ? Mana buktinya ? Malam itu aku tak melihatnya sama sekali.
Aaaah… Bagaimana bisa “si Upik” bermain kalau setiap kuamati lekuk tubuhmu terbayang Wildan lah, Aryo lah, Asep lah, Wiro lah, Luki lah atau bisa jadi masih banyak pria lainnya. Tidak dibayang-bayang, ya terbayang juga. Gairah hilang, justru enek yang menyeruak, kok aku jadi merasa mencium bau amis dari kulit kuning mulusmu Sayang ? Aku berlebihan atau memang tapak-tapak air hina itu membekas ? Sungguh janggal, baunya serasa nyata, atau memang tidak ada kata “serasa” ? Malam yang aneh. Orang lain seperti ini tidak ya ? Apa aku punya pikiran terlalu naïf bila ingin punya istri murni 100 % perawan di zaman yang sudah gila ini ? Buset… malah jadi menyalahkan zaman, zaman kok gila ? Manusianya yang gila ! Dan aku juga lama-lama bisa jadi gila…
* * *
sampai ada zat perangsang,semacam bokep..
ReplyDeleteInti cerita bagus,hnya syg, bahasa yg digunakan mengingatkan saya akan novel-novel alm Bastian Tito
Wajar bang mirip novel-novelnya Bastian Tito, wong saya aja yang nulisnya mirip ma anaknya Bastian Tito kok, itu tuh de' Vino Bastian, hehehehe....
ReplyDeleteMakasih sdah mampir, baca dan menilai...
Nanti datang lagi ya...
@komen kang ihsan di atas: zzz mirip dari mana coba kang?!
ReplyDeletehmm,,seperti biasa, novelnya kang Ihsan selalu sarat makna, semoga saya juga bis amulai berkarya lagi niy di blog sayah yang satu lagi :)
Nuhun Ra, kamu memang pembaca setia blog-ku... huhuhu.... aku sampai terharu...
ReplyDeleteemang kalo malam pengantin, ada sepesialis tukang nguping?
ReplyDelete