Komputer itu duduk manis di atas meja. Monitor bertengger di tengah, sedangkan CPU dan mesin printer mengapit di kanan-kiri. Keyboard dan rekannya, mouse, diletakkan di papan khusus yang bisa ditarik ke luar atau didorong ke dalam. Sepasang speaker ditaruh di kolong meja.
Akhirnya, setelah penantian selama satu semester, keinginan Jon untuk melengkapi kamar kost-nya dengan komputer dapat terwujud. Perjuangan Jon untuk mempunyai komputer ini tidaklah mudah. Ia harus merajuk dan berdebat berkali-kali dengan orang tuanya, terutama ayah yang paling keras menolak membelikan komputer untuk Jon. Kalau saja Jon tidak merengek, menangis sambil berguling-guling bahkan sampai mengancam akan bunuh diri di hadapan ayah, pasti komputer itu tak akan mungkin ada.
“Buat apa beli komputer ?!”, tanya ayah dengan nada tinggi waktu itu.
“Buat ngerjain tugas kuliah, masak air, hiburan main game, bersihin karpet kamar, nonton film, nyuci baju, ah pokoknya bisa macem-macem deh Pak kalo ada komputer !”, jawab Jon semaunya.
Ayah kalah, ia pun membelikan Jon komputer keinginannya itu. Bagi orang tua, rasanya tidak nyaman kalau tidak dapat menuruti permintaan anak ketika mereka mampu memenuhinya.
Banyak alasan yang mendorong Jon ingin memiliki komputer. Yang pertama, Jon ingin di kamarnya ada hiburan yang dapat mengusir kejenuhan. Yang kedua, Jon tidak mau kerepotan kalau ada tugas kuliah. Yang ketiga, Jon ingin bebas dari sindiran teman-temannya yang sering membuat ia panas.
Sebelum komputer hadir, hiburan di kamar kost ini hanya didapat dari radio. Lama kelamaan Jon jadi bosan juga. Apabila ada tugas membuat makalah, presentasi atau laporan, mau tak mau Jon harus mengerjakannya di warung rental komputer. Jarak dari kostan ke warung rental cukup jauh, sudah capek jalan eh tak tahunya harus pula menunggu giliran.
Sekarang setelah ada komputer, Jon bisa menikmati berbagai hiburan, mulai dari main game, mendengarkan musik sampai menonton film. Bahkan belakangan ini ia lengkapi komputernya dengan perangkat TV Tunner, sehingga Jon bisa menikmati tayangan televisi sesukanya. Tak ada lagi kata bosan. Pengerjaan tugas kuliah pun menjadi lebih mudah dan santai. Tidak perlu lagi jauh-jauh berjalan kaki dari kostan menuju warung rental. Teman-teman Jon yang dulunya suka menyindir, kini tak jarang malah ikut menumpang mengerjakan tugas di kostan Jon.
Awalnya Jon senang-senang saja dengan kehadiran komputer itu. Namun, setelah beberapa lama, Jon mulai dibuat pusing dan gelisah oleh sang komputer. Bukan karena tagihan uang listrik dari bapak kost yang membengkak. Bukan karena seringnya teman-teman Jon yang datang untuk menumpang buat tugas. Bukan karena mouse-nya yang kadang-kadang macet. Bukan pula karena sampai saat ini komputernya itu belum bisa digunakan untuk masak air, membersihkan karpet dan menyuci baju seperti yang ia katakan pada ayah. Lalu, apa yang menjadi pokok permasalahannya ?.
Kejadian ke-1
Hampir setiap malam, kamar Jon selalu dijadikan tempat berkumpulnya anak-anak kostan. Entah kenapa, tetangga-tetangga Jon, senang sekali kumpul di kamarnya. Ada saja kegiatan yang mereka lakukan di kamar Jon, sekadar mengobrol, nonton film atau pertandingan bola, turnamen catur, ngopi dan lain-lain. Malam itu, Jan, salah satu tetangganya Jon, membawa segepok kartu gapleh. Jadilah malam itu, di kamar Jon berlangsung turnamen gapleh. Jon tidak pernah keberatan kamarnya dijadikan tempat kumpul seperti itu. Namun, khusus malam itu ada hal lain yang membuat Jon ingin cepat-cepat menyendiri di kamar. Jon ingin tetangga-tetangganya itu segera pergi meninggalkan kamarnya.
Turnamen itu selesai pada saat jam menunjukkan tepat pukul dua belas malam. Kumpulan itu pun bubar. Jon merasa sangat lega. Satu per satu tetangga Jon, pergi menuju kamarnya masing-masing. Tetapi Jin dan Jun belum beranjak dari kamar Jon. Keduanya tampak masih betah berlama-lama di kamar Jon. Jon dibuat gelisah lagi, ia betul-betul ingin sendirian saja di kamar malam itu. Jon harus memutar otak, bagaimana caranya untuk mengusir dua tetangganya itu.
Jon berpura-pura menguap di depan Jin dan Jun. Jon berharap dengan berakting ngantuk di depan dua tamunya itu, bisa membuat mereka pergi dari kamarnya. Namun respon dari Jin dan Jun sungguh mengejutkan, keduanya malah mengkritik akting ngantuk yang diperagakan oleh Jon.
“Mata kamu harus bicara !!!”, komentar Jin.
“Mana ekspresinya ?!, Mana ?!”, kritik Jun.
Gagal dengan cara pura-pura ngantuk, Jon beralih ke cara lain. Dengan ekspresi kaget yang dibuat-buat, Jon memekik ; “Aduh gawat besok gue harus kuliah pagi !”. Mendengar kata-kata Jon, Jin dan Jun malah tertawa terpingkal-pingkal. Jon melongo, ada apa ini kok mereka malah tertawa ? Biasanya taktik ini berhasil, dengan pura-pura kalau esok hari ada kuliah pagi, tamu akan mengerti bahwa itu berarti tuan rumah harus cepat tidur agar tidak bangun kesiangan.
“Kuliah ? besok kan hari minggu Jon !”, kata Jin. Jun menyambutnya dengan tawa terkekeh.
Jon kehabisan akal menghadapi dua orang tetangganya ini yang memang paling gemar bergadang di hampir setiap malam. Jon angkat tangan, ia menyerah, dari cara halus sampai kasar yang ia keluarkan, semuanya tak mampu mengusir mereka. Sampai Jon memecuti mereka dengan cemeti pun, Jin dan Jun tetap bersikukuh ingin diam di kamarnya. Apa boleh buat, Jon hanya bisa menunggu mereka sampai bosan. Kalau sudah bosan, nanti mereka juga keluar dengan sendirinya.
Jam terus berputar, hingga akhirnya jarum pendek menunjuk angka dua dan jarum panjang menunjuk angka sembilan. Jin dan Jun, menguap berbarengan. Setelah itu, keduanya lalu pamit tidur pada Jon. Jon gembira, akhirnya saat-saat yang dinanti pun tiba. Dengan semangat ia mempersilakan dua tamunya itu untuk cepat keluar dari kamarnya. Kemudian ia mengunci pintu kamar, membetulkan letak gordyn, menyalakan komputer dan mematikan lampu. Perhatiannya lalu beralih pada tas kuliah yang berada di sudut kamar. Jon merogoh salah satu kantong tas dan ia mengeluarkan sekeping kaset VCD.
Film itu ingin sekali ditonton oleh Jon sedari tadi. Film yang sangat membuat dirinya penasaran karena film ini belum pernah ia tonton sekalipun.
Jon tekan tombol pembuka kaset pada DVD Room. Tempat kaset membuka. Ia masukkan kaset itu. Terdengar dengung suara putaran kaset dari CPU. Lampu indikator DVD Room berkedip-kedip. Jon mengambil posisi duduk yang enak untuk menonton. Ia bersandar ke tembok, sebuah guling ia dekap. Cukup lama komputer memproses kaset itu. Kemudian tampilan monitor berganti. Sebuah gambar hidup tertayang di layar monitor. Adegan demi adegan terus berlanjut, sampai VCD itu pun berhenti berputar karena filmnya sudah habis.
Tak satupun adegan yang ditonton oleh Jon, ia malah tertidur pulas. Begitu film main, mata Jon tertutup perlahan. Kantuk yang dia tahan tidak dapat terbendung lagi.
Kejadian ke-2
Pagi hari yang dingin dan sepi. Mendung bergelayut tetapi hujan tak kunjung turun. Tetangga Jon semuanya keluar pada pagi itu, ada yang kerja, kuliah pagi atau berolah raga. Tinggal Jon sendiri di kamarnya. Dingin dan sunyi, Jon semakin malas untuk bangkit dari kasurnya. Saat-saat seperti ini memang pas untuk tidur.
Guling ke kiri, guling ke kanan, Jon sudah terjaga tapi enggan untuk meninggalkan kasur. Sejenak ia mengangkat punggungnya dari kasur, sembari duduk ia melihat-lihat ke sekeliling kamar. Kemudian ia jatuh berbaring lagi. Pagi itu cuaca dan suasana sangat mendukung untuk bermalas-malasan.
Jon menguap lebar. Ia putuskan untuk tidur terus sampai siang nanti. Sebelum ia pejamkan mata, Jon mengingat-ingat dulu agenda kegiatannya hari ini, siapa tahu ada hal penting yang harus segera dikerjakan. Jon menerawang, lalu ia pelan-pelan menggelengkan kepalanya. Seingatnya, hari itu tidak ada kegiatan penting kecuali pergi kuliah sore nanti. Kemudian Jon pun menutup matanya.
Baru beberapa detik, Jon membuka matanya lagi. Seperti ada jarum yang menusuk pantatnya, Jon langsung melompat bangkit dari kasur. Ia berdiri di tengah-tengah kamar, bola matanya bergulir ke kiri ke kanan mencari sesuatu, napasnya memburu dengan cepat.
Jon baru ingat akan kaset VCD di tas kuliahnya. Sekeping kaset yang gagal ditonton beberapa hari yang lalu karena ketiduran. Sekeping kaset yang masih membuatnya penasaran sampai sekarang. Sekeping kaset yang membuatnya bersemangat dan berapi-api di pagi hari yang malas ini.
Jon menengok ke luar kamar dari balik gordyn yang belum ia singkap. Suasana sangat sepi. Lalu ia nyalakan komputer. Sembari menunggu komputer siap dipakai, Jon ambil kaset itu. Tajam, mata Jon menatap keping kaset itu. Jon tekan tombol pembuka kaset pada DVD Room. Tempat kaset membuka. Ia masukkan kaset itu. Terdengar dengung suara putaran kaset dari CPU. Lampu indikator DVD Room berkedip-kedip. Kali ini tak ada lagi kantuk yang merintanginya. Jon pasang mata lebar-lebar di depan layar monitor. Tampilan di layar berganti. Dan……..KLIK !. Komputer padam seketika. Jon terperanjat kaget.
Beberapa saat ia tidak melakukan apa-apa, ia masih terkesima. Tangan kanan Jon meraba-raba radio, ia tekan tombol ON. Radio itu diam, tidak berkicau sebagaimana mestinya. Jon berdiri, ia mendekati sakelar lampu, Jon tekan dan lampu pun tetap tidak menyala. Jon beranjak pergi ke luar kamar, mencari tahu ada apa gerangan yang membuat semua perangkat elektroniknya mati. Cahaya redup matahari menerobos masuk ke kamar ketika Jon membuka pintu. Kebetulan, saat Jon keluar, Bapak Kost sedang lewat di depan kamarnya.
“Mati lampu ya Pak ?”, tanya Jon.
“Oh iya Dik Jon, kemarin kan sudah ada pemberitahuannya, kalau hari ini daerah kita mengalami giliran pemadaman listrik dari jam delapan pagi sampai jam delapan malam nanti”, urai Bapak Kost.
Jon mengangguk-angguk. Ia lirik komputer yang diam membeku itu. Semangat menggebu-gebu Jon kembali kendur.
“Baru bangun Dik Jon ?”, Bapak Kost bertanya.
“Iya Pak !”, jawab Jon.
“Enggak ke mana-mana ?”, tanya Bapak Kost lagi.
“Ah males Pak, mendingan saya nerusin tidur lagi !”, kata Jon.
Jon kembali masuk kamar, pintu ia tutup. Jon jatuhkan dirinya ke atas kasur.
Kejadian ke-3
Keadaan kostan sudah sangat sepi ketika Jon membuka pintu pagar. Maklum saat itu sudah jam setengah satu dini hari. Tak ada tanda-tanda kehidupan, sunyi senyap, sesekali memang terdengar dengkur stereo-nya Bapak Kost. Hati-hati Jon melangkah, begitu pula saat ia membuka pintu kamarnya.
Jon langsung merebahkan tubuhnya yang lelah. Seharian ia berada di luar sana. Ia baru saja selesai dari tugasnya sebagai panitia acara malam inagurasi. Agak lucu memang, sudah setahun kuliah baru ada acara inagurasi. Jon kebagian tugas di bidang akomodasi. Dari ba’da dzuhur ia harus sudah siap-siap di lokasi berlangsungnya acara.
Jon ingin cepat tidur. Namun dengan kondisinya saat itu yang penuh dengan daki dan peluh, ia tak akan mungkin bisa tidur nyenyak. Ia lantas tanggalkan baju kemejanya yang bau keringat, lalu celana jins-nya. Kaus oblong dan celana pendek ia kenakan. Dengan selembar handuk menggantung di bahunya, Jon pergi sejenak ke kamar kecil untuk gosok gigi, cuci muka, cuci kaki, cuci tangan, cuci rambut, cuci seluruh badan. Singkat kata, mandi.
Kembali dari kamar kecil, Jon merasa lebih segar. Ia pun langsung berbaring di atas kasur, diaturnya letak bantal, dirangkulnya guling dan selimut ditarik sampai ke dada. Jon menguap, matanya berair. Setelah komat-kamit membaca do’a tidur, ia pejamkan mata.
Aneh, Jon tidak bisa tidur malam itu. Padahal badannya sudah teramat lelah. Tidak tahu kenapa, mungkin karena terlalu capek. Kata orang tua, kalau kita terlalu capek maka akan sulit tidur nantinya. Jon melirik jam dinding, pukul empat. Tak terasa waktu berjalan begitu cepat. Berarti kurang lebih telah tiga jam, Jon berbaring di kasur tanpa memejamkan mata sedikitpun. Beberapa kali Jon menguap, diikuti matanya yang berair. Tetapi setiap kali Jon berusaha untuk tidur, ia terjaga dan terjaga lagi.
Tidak segelas kopipun yang Jon minum hari itu. Jon juga tidak sedang berada dalam keadaan banyak pikiran atau stres. Jon bukan pula seorang pengidap insomnia. Peristiwa ini baru pertama kali dialami Jon.
Kejadian dua hari yang lalu terulang. Jon tiba-tiba lompat dari kasur. Ia baru teringat akan kaset VCD di tas kuliahnya. Jon menyesal, kenapa ia baru ingat sekarang. Coba kalau dari tadi, mungkin Jon sudah bisa menontonnya berkali-kali. Sambil mengambil kaset itu dari dalam tas, Jon menggerutu kesal karena tiga jamnya berlalu sia-sia.
Komputer dihidupkan. Jon menunggu tampilan Window muncul di layar. Jon mengelap bagian bening kaset VCD dengan kausnya, ia tidak mau ada kotoran yang menempel pada kaset itu sehingga merusak jalannya film. Jon tekan tombol pembuka kaset pada DVD Room. Tempat kaset membuka. Ia masukkan kaset itu. Terdengar dengung suara putaran kaset dari CPU. Lampu indikator DVD Room berkedip-kedip.
Jantung Jon berdegup kencang. Ia deg-degan, akhirnya ia bisa juga melihat film dalam kaset VCD itu. Dini hari ini akan menjadi saat yang mengesankan bagi Jon. Waktu yang akan diingatnya terus sampai tua kelak bahkan sampai mati. Untuk pertama kalinya ia akan melihat film yang paling membuat ia penasaran selama hidupnya.
Tampilan di layar monitor berganti. Seiring dengan itu, suara adzan subuh dari masjid terdekat terdengar berkumandang. Sangat bersamaan. Reflek Jon menghentikan film itu, yang baru saja akan mulai. Untuk sesaat kepenasarannya tertunda lagi. Jon tekan tombol pembuka kaset pada DVD Room. Dengung suara putaran kaset berhenti. Lampu indikator berkedip beberapa kali kemudian padam. Tempat kaset membuka. Jon ambil kaset itu. Untuk yang ketiga kalinya, kaset kembali masuk ke dalam tas kuliah.
Di tengah bisingnya suara mesin CPU, Jon dengarkan panggilan adzan dengan khidmat. Tiba-tiba saja terngiang kembali di telinga Jon pesan ibunda waktu itu ; “Nak, gunakan komputer ini dengan baik ya, rawat yang betul, bersyukurlah pada Allah karena orang tuamu masih mampu membelikan komputer. Semoga kuliahmu tambah lancar dengan adanya komputer ini !”. Perkataan itu, diiringi anggukan kepala dari ayah.
“Astagfirullah !!”, jerit batin Jon.
>>>
Seperti komputer lain pada umumnya. Komputer milik Jon juga dilengkapi dengan peranti DVD Room. Dengan peranti ini, Jon bisa menonton film-film kesukaannya baik dalam format VCD ataupun DVD. Mau dengarkan musik juga bisa, mau itu yang dalam bentuk MP3, MP4 atau yang lainnya. Pokoknya data apapun yang dimasukkan dalam kepingan CD, bisa dibaca oleh DVD Room.
Segala jenis film sudah diputar oleh komputer kepunyaan Jon. Dari jenis film action, romantis, komedi, horror, dokumenter sampai drama musikal. Hanya satu film yang belum ia putar di komputernya itu. Film yang sebelumnya pun belum pernah ia tonton. Film yang kini tersimpan dalam tas kuliahnya. Yaitu, film mesum alias film porno alias film XXX.
Dulu, Jon tidak berani menonton film begituan. Banyak kendala yang menghalanginya. Mau ditonton di mana ?. Di rumah ?, wah itu bunuh diri namanya. Di rumah teman ?, kalau ketahuan sama orang lain gimana ?. Terus dapat kasetnya dari mana ?. Pinjam ?, ah malu, jangan-jangan nanti jadi buah bibir murid-murid sesekolahan, Jon kan termasuk murid baik-baik di sekolahnya. Beli ?, Jon takut ketangkap basah oleh siapa saja orang yang ia kenal. Terus kapan ia akan menonton film itu ?. Siang bolong ?, mana mungkin, Bunda dan Bi Darmi selalu ada di rumah. Sore ?, Jon harus berangkat les. Pagi ?, jelas dong Jon harus sekolah. Di rumah sama sekali tak ada kesempatan walaupun malam-malam, terlalu ketat dan berbahaya.
Sekarang kesempatan itu terasa terbuka lebar. Jon kini hidup sendiri, ngekost, jauh dari orang tua. Tak ada ayah, bunda, kakak, adik atau Bi Darmi yang mengawasi tindak-tanduknya. Jadwal kuliah pun tidak seperti jadwal sekolah, banyak waktu luang. Mau pagi, siang, sore atau malam, Jon bebas memutar kaset itu kapan saja meski ia lebih suka pada malam hari karena suasananya yang sepi. Pergaulan sudah sangat bebas, teman-teman sesama lelaki dengan leluasa dan terang-terangan saling tukar-pinjam kaset mesum yang mereka punyai, tanpa rasa segan, risih atau malu-malu !. Jon tak perlu malu atau jaim (jaga image), tak akan ada yang peduli ia dulunya murid baik-baik di SMA. Toh, perbuatan ini sudah dianggap lumrah. Wajarlah, namanya juga laki-laki dewasa !.
Jon gelisah, di satu sisi ia ingin menonton film tersebut. Namun di sisi lainnya, ia masih punya perasaan takut berdosa. Di satu pihak Jon hanya ingin coba-coba saja, mencoba tidak ada salahnya kan ?. Di pihak lain, Jon khawatir kalau jadi ketagihan, Jon masih ingat kata Pak Ustadz bahwa yang maksiat-maksiat itu selalu bikin kecanduan. Jon sudah punya fasilitas sendiri, ia tak perlu menumpang nonton di rumah atau kostan temannya. Tetapi Jon, merasa kalau ia berbuat demikian, ia telah mengkhianati kepercayaan orang tuanya. Jon kerap kali bersyukur apabila usahanya untuk menonton film porno itu gagal, ia selamat dari dosa. Namun di lain kesempatan, ia sering menyesal kenapa film itu belum ia tonton juga, hal inilah yang membuat Jon enggan mengembalikan kaset itu pada si empunya.
Kemajuan zaman dan teknologi selalu bercabang dua. Negatif dan positif. Jon dibuat gelisah, bimbang dan ragu karenanya. Jon ingin tetap di jalur positif di saat pengaruh negatif dengan kuatnya membayangi. Jon kadang berpikir, haruskah ia jual atau rusakkan saja komputernya ini agar kaset itu tak dapat diputar di kamarnya ?. Bukankah dulu sebelum ada komputer di kamar ini, tak pernah terbesit sedikitpun keinginan melihat film porno ?. “Andai aku dulu taat pada kemauan ayah !”, kata hati Jon.
Begitulah seterusnya. Walaupun sering gagal dan menyebabkan perasaan gundah gulana, Jon masih simpan sampai sekarang kaset itu dalam tas kuliah. Seakan Jon berharap akan datangnya waktu yang tepat untuk menonton film itu.
No comments:
Post a Comment