Sunday, January 17, 2010

BIARKAN BLACK TETAP HITAM

"Gonta-ganti Warna sudah biasa".


Di pentas politik, berganti warna itu sudah menjadi suatu hal yang lumrah. Lumrah dalam pengertian sering dan biasa terjadi. Bukan dalam pengertian dapat dimaklumi atau diwajari. Jadi, tegasnya seperti ini; pergantian warna politik seseorang itu sudah biasa terjadi, meskipun sebetulnya hal itu kurang dapat diterima atau dimengerti. Derajat ketidakbisaan dimakluminya semakin meningkat ketika alasan perpindahannya itu didasari pertimbangan pragmatis. Bahasa awamnya adalah aji mumpung. Adapun orang yang melakukannya lebih terkesan sebagai penjilat. Waktu partainya menang, ia setia mati-matian. Saat partai lain lebih menjanjikan, kesetiaan ia gadaikan. Situasi ini mirip dengan apa yang didendangkan Lusi Rahmawati dalam liriknya; “Ada uang abang kusayang, tak ada uang abang kutendang !”.

Ada yang menarik dari proses pengusutan kasus bail out Bank Century oleh Panitia Khusus Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Dari berbagai penyelidikan-penyelidikannya yang diliput secara terbuka oleh media massa, publik dipetontonkan siapa politikus yang paling penjilat. Sejak menjadi tokoh teras dari partainya yang baru, orang ini memang sudah menunjukkan gelagat menjijikan. Kita mengira ia memiliki kesetiaan tingkat tinggi, ternyata kesetiaannya “kelas teri” saja, rendahan, murahan. Politikus yang mana yang saya maksud ? Ah tak kuasa saya menyebut namanya. Saya kasih tahu saja ciri-cirinya; “Itu tuh orang batak yang awalnya kuning sekarang ungu”.

Bang Amien Rais, ia sebut punya “udang di balik bakwan”, waktu memberikan dukungan pada anggota-anggota DPR yang mengusulkan hak angket pengusutan Century. Demi membela partai ungunya dan orang-orang sesama ungu, pimpinan sidang ia maki dengan kata “bangsat”. Pada mantan wakil presiden, Jusuf Kalla, yang notabene pimpinannya sendiri waktu dulu masih ber-jas kuning, ia tunjukkan sikap tak sopan, merendahkan. Setiap kali ia mendapat giliran buka mulut saat sidang-sidang pengusutan, suasana sidang menjadi marak. Ya, marak oleh permainan kata-katanya yang mengumbar pembelaan membabi buta.

Yang kuning menjadi ungu. Yang merah berganti hijau. Yang biru beralih putih. Yang oranye berubah pink. Fakta realitas ini seolah menunjukkan pada kita bahwa tidak ada idealisme dalam berpolitik. Semua tergantung faktor duit. Dalam soal uang, hidung politikus tajamnya melebihi penciuman anjing pelacak. Ke sana lah, ke tempat yang becek dengan lembaran uang, si politikus ini mengendus jejak. Ada sih politikus-politikus yang idealis. Akan tetapi, seperti kita ketahui, jumlahnya cuma segelintir saja.

Di sisi lain, fenomena ini semakin memperkuat pendapat bahwa tidak ada hal positif yang dapat dicontoh dari kelakuan para politikus. Bahkan ada yang ekstrim berkeyakinan kalau segala yang berkaitan dengan politik dan politikus itu busuk semuanya.

Semoga apa yang terjadi di dunia politik tidak dialami oleh Djarum Black. Kok jauh-jauh dari politik ke bisnis ? Ya enggak jauh dong ! Sebab politik sekarang sudah seperti bisnis saja. Ada perusahaan (baca : partai politik) lengkap dengan para pekerjanya (baca : Yang mewakili partai di pemerintahan). Pemerintahan juga bisa disebut sebagai perusahaan, dengan partai pemenang pemilu beserta koalisinya sebagai pemegang saham aktif dominan, partai-partai di luar koalisi sebagai pemegang saham aktif minor, sedangkan kita rakyat biasa, hanya sebagai pemegang saham pasif. Pemerintah sebagai sebuah perusahaan sibuk menciptakan produk-produk yang dapat memenuhi kebutuhan konsumen, gencar berpromosi agar produknya tersebut dikonsumsi khalayak publik dan selalu berusaha menampilkan citra positif di depan konsumennya.

Black harus tetap black. Jangan sampai tergadai idealismenya oleh warna-warna lain. Sampai kapanpun, usaha-usaha serius Djarum Black dalam mengapresiasi inovasi dan kreatifitas anak bangsa harus dipertahankan. Malah kalau bisa, warna lain yang justru terserap ke dalam hitam. Sebab, ketika warna lain menyatu ke hitam, alih-alih hitam yang ikut ke warna lain tersebut, justru warna lain yang menghitam. Hingga dalam percakapan sehari-hari sering dikatakan; hijau gelap, biru gelap atau merah gelap. Bukan hitam kemerah-merahan, hitam kebiru-biruan dan seterusnya. Dalam konteks kehidupan riil-nya, maksudnya jelas, yakni pihak-pihak lain di luar Djarum Black turut serta dalam upaya mengapresiasi kreatifitas anak bangsa. Tentu, kita mengharapkan mereka yang tertular hitam bisa lebih hitam lagi, bahkan lebih hitam dari sumber aslinya sendiri. Dan kita, masyarakat, sepertinya akan nrimo-nrimo saja, tidak keberatan, bahkan memuji kalau ada yang pihak yang lebih black dari Djarum Black, selama itu bernada positif dan konstruktif. Tapi... ada gak ya ?

No comments:

Post a Comment