Friday, January 14, 2011

POWER BALANCE DAN OTAK TENGAH : SCIENCE BOHONGAN


Belakangan ini, dunia pendidikan anak digemparkan oleh maraknya pelatihan-pelatihan aktivasi otak tengah (AOT). Para penggiatnya antara lain GMC (Genius Mind Consultancy) dan AJI (Anak Jenius Indonesia). Tidak tanggung-tanggung, melalui aktivasi otak tengah ini anak dijamin akan dapat membaca tulisan dengan mata tertutup, menangkap bola atau bermain sepeda dengan mata tertutup, melihat menembus tembok, melihat dalam kegelapan, mengetahui isi suatu bungkusan tanpa membukanya, memiliki kasih sayang yang amat tinggi terhadap orang tua, kemampuan IQ-nya meningkat, memiliki tingkat kreatifitas yang tinggi dan dapat mengetahui suatu kejadian beberapa saat sebelumnya (www.trainingaktivasiotaktengah.com).
Sangat luar biasa karena kesemua kemampuan tersebut dapat diperoleh anak hanya dalam waktu 2 hari. Jurus andalan pelatihan aktivasi otak tengah ini ada pada kemampuan melihat dengan mata tertutup. Dalam setiap demo pelatihannya, aksi puluhan sampai ratusan anak latih yang menggambar atau menulis dengan mata tertutup selalu ditampilkan. Sungguh mengejutkan, anak-anak tersebut dapat menebak warna crayon atau pensil warna dengan tepat dan menggambar sebagaimana biasanya.

Reaksi Akademisi-Praktisi
Tentu saja, keajaiban pelatihan otak tengah ini menarik sejumlah akademisi dan praktisi, dari bidang psikologi sampai kedokteran, untuk angkat bicara. Prof. Sarlito Wirawan, Guru Besar Psikologi UI, menyatakan bahwa apa yang diusung oleh aktifis otak tengah itu jelas-jelas tidak benar. Menurutnya, bagian tengah otak hanya memiliki peranan sebagai transmitter antara otak depan (forebrain) dan otak belakang (hindbrain), fungsinya sebagai relay station untuk penglihatan dan pendengaran. Pusat kecerdasan dan emosi tidak terdapat di bagian tengah otak.
Klaim AOT dalam meningkatkan IQ anak semakin dipertanyakan jika kita melihat hasil penelitian para neurolog dari Universitas California dan Universitas New Mexico. Mereka menemukan bahwa kecerdasan (IQ) itu tidak ditentukan oleh satu bagian otak saja (misal, otak tengah saja), melainkan merupakan hasil interaksi antara bagian-bagian otak. Apalagi sejak ditemukannya konsep kecerdasan emosi (EQ),  para pakar bahkan orang awampun sepakat bila peran IQ terhadap keberhasilan seseorang itu hanya 20%-30% saja, selebihnya tergantung faktor-faktor kepribadian (Majalah Mother & Baby, Januari 2011).           Adapun  menurut pandangan medis, dr. Surya Darma, Kadis Kesehatan Batubara, seperti dikutip dari voa-islam.com, menyatakan, “Kalau ada yang bilang otak tengah itu ada, itu bohong. Sejauh saya jadi dokter, dalam anatomi tubuh manusia, tidak ada otak tengah itu.”

Ricuh di Dunia Maya
Kontroversi mengenai pelatihan AOT ini juga berlangsung di dunia maya, satu diantaranya yang paling panas ialah yang terjadi di forum terbesar se-Indonesia, kaskus.us. Belakangan, kumpulan thread penentangan terhadap pelatihan AOT ini dibukukan dan diterbitkan oleh Galang Press.
Di forum Kaskus ditunjukkan bukti bahwa pelatihan AOT tak lebih dari sekedar penipuan berkedok ilmu pengetahuan. Mengenai aksi melihat dengan mata tertutup sebetulnya sudah lebih dulu booming di luar negeri, diperkenalkan oleh Vyacheslav M. Bronnikov melalui Bronnikov Method-nya. Banyak pihak telah membongkar kebohongan metoda Bronnikov tersebut, termasuk seorang pesulap Amerika kenamaan bernama James Randy. Kesimpulannya adalah bahwa membaca, menggambar, bersepeda dan sebagainya, dengan mata tertutup itu sebenarnya hanya trik sulap belaka.
Sebagai penguat bahwa kemampuan melihat dengan mata terutup itu trik semata, di forum juga ditampilkan pengakuan-pengakuan dari para orang tua yang anak-anaknya mengikuti pelatihan AOT. Dari pengakuan tersebut dapat dilihat bahwa anak-anak sebenarnya dapat mengintip dari balik penutup mata yang dikenakan pada mereka. Ada indikasi, para pelatih AOT menyuruh anak-anak agar tidak membocorkan “rahasia” tersebut kepada orang tua mereka. Mungkin inilah sebabnya, pada pelaksanaan pelatihannya, sama sekali orang tua tidak boleh melihat bagaimana proses pelatihan tersebut berlangsung.

Pseudo Science

Dari AOT mari sejenak kita beralih ke fenomena gelang Power Balance (PB). Akhir-akhir ini gelang PB mulai mendapat tusukan-tusukan tajam dari para akdemisi. Prof. Irwin dari Cardiff University membuktikan bahwa klaim PB yang katanya dapat meningkatkan performa, kekuatan dan stabilitas fisik, rupanya hanya isapan jempol belaka. Beberapa atlit yang menggunakan PB, ia tes melakukan latihan fisik ringan dan kemudian ia tes lagi mereka namun kali ini PB-nya dilepas. Hasil menunjukkan bahwa sama sekali tidak ada perbedaan performa fisik antara sedang memakai dan tanpa gelang. Ini menunjukkan bahwa keunggulan-keunggulan gelang PB – yang diiringi alasan-alasan ilmiah – sebetulnya tak lebih dari sekedar pseudo science (sains semu) belaka.
Atas dasar pseudo science tersebut, otoritas Australia mengambil tindakan tegas terhadap distributor resmi PB Australia. Seperti diberitakan Republika (05/01/2011), Komisi Pengawasan Persaingan Usaha dan Perlindungan Konsumen Australia (ACCC), pada 22 Desember 2010 yang lalu mengeluarkan keputusan agar slogan pemasaran PB yang berbunyi; “Performance Technology”, segera dihapus dan pihak distributor PB harus memberi ganti rugi kepada pihak pembeli yang merasa tertipu.

Peran Pemerintah
AOT, sebagaimana gelang PB, sama-sama merupakan praktek sains semu. Keduanya sebetulnya hanya sebuah usaha bisnis. Namun tentu saja, di dalam bisnis juga perlu ada etika. Ketika demi mengeruk keuntungan berlipat, pihak pebisnis mengangkat alasan-alasan yang tidak terbukti kebenarannya, maka ini termasuk ke dalam ranah penipuan. Adapun penipuan itu, jelas merugikan masyarakat konsumen, cost yang mereka keluarkan ternyata berhasil nihil. 
Ramai AOT diperbincangkan dan digunjing baik di dunia maya maupun nyata, oleh pakar andal sampai rakyat biasa. Seperti peribahasa; rakyat menggonggong, AOT berlalu. Pada kenyataannya, pelatihan AOT bergeming sama sekali, tetap terus berjalan, buka cabang franchise di mana-mana dan semakin banyak memakan korban.
Tentu saja, pemerintah sebagai pihak pengurus hajat orang banyak, pada akhirnya diharapkan untuk turun tangan. Pemerintah, melalui lembaga-lembaga yang berwenang, mesti segera menindak penipuan yang dilakukan para aktifis AOT. Perlu juga pemerintah mengeluarkan pernyataan resmi mengenai bagaimana sebenarnya posisi AOT itu, ilmiah atau tidak, benar atau salah, terbukti atau tipu, sehingga masyarakat bisa paham dan lebih hati-hati ke depannya jika ada modus penipuan lain yang mengatasnamakan “pendidikan dan pelatihan anak-anak.”
           Terlepas dari adanya pengaduan atau tidak dari masyarakat, pemerintah tetap harus bertindak sigap. Seperti yang ditunjukkan oleh pemerintah Australia. Selama ini terkesankan kalau soal perlindungan konsumen ini, pemerintah kita baru concern pada barang-barang konsumsi mulut, seperti makanan dan obat-obatan. Di luar itu, pemerintah masih memble. Padahal seharusnya pemerintah harus benar-benar serius menghadapi penipuan-penipuan berkedok ilmiah. Karena, pemerintah sendiri pernah menjadi korbannya. Tentu anda masih ingat dengan adanya orang yang mengaku bisa membuat BBM dari air bukan ? Pada kasus tersebut, bahkan seorang presidenpun sampai tertipu. Pengalaman memalukan tersebut semestinya memecut pemerintah untuk berani berbuat tegas kepada para pebisnis licik yang menampilkan “produk-produk (katanya) ilmiah”, seperti AOT.

No comments:

Post a Comment