Sunday, January 10, 2010

BLACK LitNATION

Arti kata "black" dekat dengan "bodoh", menurut tinjauan sosio-hostoris. Djarum Black tentu harus bisa membuktikan pada masyarakat bahwa kata "black" yang menjadi brand tidak memiliki konotasi ke arah sana. Pemunculan e-paper Black in News atau Black Innovation Award, belumlah cukup.

Inspirasi menulis artikel ini muncul ketika bermain-main dengan sebuah aplikasi grafis di komputer. Di aplikasi tersebut, ada banyak pilihan untuk satu jenis warna, bergradasi dari yang paling terang sampai yang paling gelap. Semua warna dengan gradasi paling redup ditambahi dengan embel-embel kata yang yang sama, yakni dark. Secara detail ada warna dark-green, dark-red, dark-blue dan seterusnya. Yang unik adalah ketika saya mengarahkan pointer ke pilihan warna hitam. Kendatipun warna hitam juga bergradasi dari yang paling terang sampai yang paling kelam, namun untuk menunjukkan warna yang paling hitam hanya ditulis “black”. Embel-embel kata sifat “dark-nya” hilang. Kenapa ? Jelas, karena dark itu sifat inherent dari black. Sifat gelap sudah tercakup di dalam hitam. Secara rasa bahasa, gelap berkonotasi hitam dan demikian juga sebaliknya.

Dalam wacana sosio-historis, kata dark memiliki makna tersendiri. Kata yang selalu disandingkan dengan kata age atau periode ini mempunyai arti kesuraman, kemunduran yang amat sangat, atau keterperosokan ke titik nol kembali. Saat dikatakan dark age kurang lebih maknanya akan berbunyi; kemunduran yang dialami sebuah umat, bangsa, atau dinasti yang biasanya – tapi tidak selalu – terjadi setelah pencapaian gilang-gemilang dari yang bersangkutan. Untuk menunjukkan situasi sebaliknya, dalam peristilahan sejarah, kata yang digunakan justru bukan “cerah” (light), melainkan “golden” (keemasan).

Setidaknya, ada dua ciri utama ketika para ahli menyebutkan bahwa bangsa anu pernah mengalami masa kegelapan. Pertama, runtuhnya kejayaan sebuah bangsa menuju kegelapan diantaranya selalu ditandai dengan luluh lantaknya budaya keilmuan yang telah terbina. Secara fisik, kehancuran budaya keilmuan itu ditandai dengan dibumihanguskannya perpustakaan-perpustakaan. Sebagai contoh ialah tentang tunduknya Dinasti Seljuk oleh Bangsa Mongol. Dinasti Seljuk diklaim mengalami masa kegelapan, bukan hanya setelah Mongol menghabisinya, tetapi juga setelah pasukan-pasukan Mongol membakar habis ribuan literatur keilmuan yang disimpan di perpustakaan negara.

Kedua, ialah belum munculnya budaya keilmuan pada suatu bangsa. Sebelum memasuki era filsafat, Bangsa Yunani sering disebut-sebut sebagai Bangsa yang mengalami kegelapan. Saat itu adalah masa-masa ketika segala kenyataan empiris, terutama terkait dengan fenomena alam, dijawab secara konyol oleh mitos-mitos. Setelah munculnya para filosof di sana-sini yang kemudian menjadikan filsafat sebagai trend keilmuan di Yunani, barulah Yunani dikatakan beranjak dari kegelapannya.

Black sudah pasti dark, dan makna dark hampir sinonim dengan kebodohan. Dari segi moral, bahkan kata gelap-hitam itu menunjukkan kejahatan, rendahnya hati nurani. Ya, masih nyambung, karena kerap kali rendahnya moralitas itu muncul dari kebodohan atau paling tidak dari pikiran yang dibodoh-bodohkan.

Saya tidak tahu secara pasti apa motivasi sebenarnya dari digelarnya perhelatan Black Innovation Award oleh pihak Djarum Black. Namun saya menduga bahwa ini masih ada kaitannya dengan upaya Djarum Black untuk melepaskan diri dari citra negatif kata black. Dalam dunia bisnis, pencitraan itu penting. Jika tercium ada kesan buruk dari masyarakat bagi perusahaan, ini preseden bahaya untuk kelangsungan bisnis.

Andaikata benar dugaan saya, menurut hemat saya, Djarum Black belum cukup untuk membuktikan bahwa mereka jauh dari kesan kegelapan/kebodohan, jika itu hanya ditempuh melalui ajang Black Innovation Award. Djarum Black butuh hal lain yang mungkin dampaknya akan lebih terasa oleh masyarakat luas. Apa itu ?

Black Literature-Nation atau bisa juga disingkat Black LitNation ! Literature ? Ya, sebagai sebutan yang dekat pemaknaannya dengan perpustakaan. Perpustakaan ? Ya, ketika sebuah bangsa berhasil membudayakan kultur membaca pada masyarakatnya dengan memberikan fasilitas kemudahan berupa perpustakaan, bangsa yang demikian merupakan ciri-ciri dari bangsa yang mengalami golden era. Nation ? Ya, menunjukkan komitmen Djarum Black yang tidak setengah-setengah, yang cerdas harus seluruh bangsa seperti yang diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945. Kenapa oleh Djarum Black ? Ya, sebab di mata saya pihak Djarum Black ialah salah satu perusahaan rokok dengan pangsa pasar anak muda terbesar yang sepertinya benar-benar punya misi serius ke arah pencerahan bangsa, paling tidak terbukti dari kompetisi Black Innovation Award. Beeeeuuu, apalagi pangsa pasarnya anak muda…..

Tulisan ini sebuah cerminan dari cita-cita saya yang ingin membuat sebuah perpustakaan swasta yang besar dan elegan (suatu hari nanti), ikut ambil bagian dalam usaha menyebarkan budaya baca serta kelimuan di masyarakat, sekaligus sebuah keprihatinan melihat kenyataan bahwa banyak perpustakaan swasta (baca : taman bacaan) yang saya temui isinya cuma komik Jepang doang. Ya, namanya juga rakyat kecil. Sekarang, baru bisa sampai tahap mengusulkan pada pihak yang dianggap kompeten dan kredibel, dalam hal ini Djarum Black. Ayo Djarum Black kamu bisa ! Hidup Black LitNation ! Hidup Indonesia Golden Era !

No comments:

Post a Comment