Sunday, January 10, 2010

IF U NEVER BLACK, U NEVER KNOW

Rokok yang menonjol sendiri seperti foto di samping tampak terlihat artistik dan enak untuk dinikmati mata. Dalam kehidupan sosial kita, berbeda sendiri seperti itu justru kadang sama sekali tidak nikmat dilihat orang lain bahkan tidak nikmat juga bagi si yang beda.


Dalam novelnya yang berjudul Sophie’s World, Jostein Gaarder menyebutkan bahwa kebanyakan kita, umat manusia, adalah orang-orang yang terjebak kebiasaan. Kata “terjebak kebiasaan” ini dipilih Jostein untuk merujuk kepada kita yang terlalu memandang dunia dan segala yang terjadi di dalamnya – termasuk tentang diri kita sendiri – sebagai sesuatu yang biasa-biasa saja. Akibat pola pikir yang biasa ini, perilaku yang munculpun biasa. Biasa dalam artian tidak berbeda sama sekali dengan khalayak umum, mengikuti kebiasaan saja, tak punya nyali untuk mencurahkan perasaan-pemikiran-perbuatan sendiri yang “melanggar” trend. Sedikit sekali orang yang berani kontras dengan lingkungannya, jumlah kemunculannya kecil, langka. Situasi ini sebetulnya menyedihkan bagi kita yang katanya unik satu sama lain, begitu kata Jostein.

Satu hal yang luput dari perhatian Jostein ialah bahwa ada satu faktor signifikan yang membuat kita, manusia sebagai sebuah unit dari masyarakat, tidak mau menjadi berbeda dengan yang lain. Hal itu adalah fear of rejection, adanya rasa takut akan penolakan. Ya, memiliki pola pikir dan perilaku yang “menyimpang” dari keumuman itu kerap kali mendapatkan respon kurang sedap dari masyarakat. Adapun penolakan itu ialah suatu hal yang amat tidak diinginkan oleh seorang makhluk sosial seperti kita. Jangankan kita, bahkan hewanpun seperti itu.

Sering kali being different itu menyakitkan dan lebih aman untuk berdiri manis dalam deretan antrian panjang orang-orang biasa lainnya. Walhasil orang lebih memilih untuk memendam saja pikiran “neko-neko” yang ia miliki. Walau hasrat sudah memuncak untuk mengekspresikannya.

Maka sudah sepatutnya apresiasi diberikan kepada Djarum Black yang telah memberi ruang bagi “si aneh” untuk menunjukkan “keanehannya” kepada dunia. Tanpa bermaksud lebay, Djarum Black melalui Black Innovation Award-nya, pantas mendapatkan acungan jempol. Di ajang ini, muda-mudi berkompetisi untuk mewujudkan segila apa kreatifitas yang mereka miliki. Dalam kehidupan kesehariannya, mungkin kreatifitas para peserta itu hanya dianggap ide iseng belaka atau barang kali buang waktu-tenaga-pikiran dengan percuma. Namun tidak di Black Innovation Award. Alih-alih dikritik, Black Innovation Award justru seolah mengajak masyarakat untuk berani menyatakan keanehannya dan menghargai keanehan orang lain, terutama dalam bidang product-innovative. Secara adil, tentu saja apresiasi juga sudah sepantasnya kita berikan pada pihak-pihak lain yang telah, sedang atau berniat menggelar ajang serupa Black Innovation Award.

Akan tetapi nyanyian nada miring dari kelompok orang biasa tetap terdengar. Ada yang mengatakan hasil kreasi peserta Black Innovation Award tidak praktis untuk digunakan, tidak realistis untuk diaplikasikan, hanya bagus untuk dipamerkan, yang ujung-ujungnya menuju sebuah kesimpulan; “Ya Tuhan, buat apa pula orang ini membuat benda semacam itu ? Bermanfaat gitu ?”

Terlepas dari benar tidaknya kritik mereka tersebut. Satu hal yang mesti digarisbawahi – dengan sangat tebal – ialah tentang aktualisasi diri. Dalam kerangka teori Maslow, aktualisasi diri menempati hierarki tertinggi dari kebutuhan seorang manusia. Berbahagialah orang yang telah mencapai puncak tersebut. Dari segi pemanfaatan akal-rasional, tentu saja usaha kreatif-inovatif para peserta Black Innovation Award merupakan cerminan sebuah langkah awal menuju aktualisasi diri. Jauh beberapa langkah lebih tinggi dibanding orang-orang biasa yang mungkin masih berkutat dengan kebutuhan paling dasar, yakni pemenuhan kesenangan biologis.

Lucunya, sering kali pula kebanyakan orang yang biasa tersebut pada akhirnya berterima kasih pada si aneh, bahkan sampai sangat mengaguminya. Selalu seperti itu karena memang membutuhkan waktu yang cukup lama bagi orang-orang yang biasa untuk merenungkan sesuatu yang tidak biasa. Galileo dihujat di masanya, tetapi pada berperiode-periode berikutnya, dialah yang dipuja-puja sebagai Bapak Sains.

Jadi, jangan pernah takut untuk tampil berbeda dengan orang lain. Berpikir menyimpang dari pola pikir yang umum. Bertindak menembus batas kebanyakan. Selama anda yakin, anda punya tekad, ekspresikanlah ! Sangat mungkin anda sendiri akan takjub atas hasil usaha anda. Peribahasa Inggris mengatakan; “If you never try, you never know”. Bila kita bahasakan dengan bahasa Black Innovation Award, peribahasa tersebut akan berbunyi; “If you never black, you never know”. Sudah siapkah kita untuk jadi black ?

No comments:

Post a Comment