Theory of unbelief atau yang diterjemahkan menjadi teori kekafiran ini digagas oleh Paul Vitz yang menerapkan pertama kali teorinya ini untuk menganalisis seorang ateis paling ternama, Nietzsche. Teori ini sebetulnya merupakan penjungkirbalikkan teori psikoanalisisnya Sigmund Freud. Ketika Freud – dengan teorinya – menuding mereka yang beragama sebagai orang-orang yang “sakit” karena agama hanyalah fantasi kekanak-kanakan, maka Vitz menyerang balik kaum ateis dengan rumusan teori yang sama.
Secara singkat, menurut Freud, pada waktu kecil anak mengidolakan ayahnya sebagai pelindung dan pemelihara. Ketika anak berada dalam posisi lemah tak berdaya, ia mendapatkan ketentraman dengan bergantung pada ayahnya. Walaupun kita takut pada ayah, kita tetap saja bersandar pada perlindungan dan pemeliharaannya. Bagi setiap anak, ayah adalah Tuhan. Setelah dewasa, ketika manusia berhadapan dengan kekuatan alam yang perkasa, merasa tak berdaya, lemah, ia membayangkan kembali ayahnya pada masa kecil dahulu. Lalu, ia mengkhayal, berilusi, tentang Tuhan yang seperti ayahnya. Untuk memenuhi kebutuhan akan perlindungan seorang ayah, manusia menciptakan sosok Tuhan. Manusia diciptakan tidak berdasarkan citra Tuhan, tetapi Tuhan diciptakan berdasarkan citra manusia. Oleh karenanya, semua gagasan agama itu, dalam pandangan Freud merupakan produk imajinasi yang memberikan rasa lega luar biasa dari ketegangan.
Berangkat dari pemikiran Freud tersebut dan dipadu dengan salah satu konsep sentral dalam psikoanalisa yaitu oedipus complex, Vitz membangun dasar teori psikologi ateis-nya. Oedipus complex ialah sebuah periode dalam fase perkembangan anak yang pada waktu itu anak “bersaing” dengan ayahnya untuk mendapatkan kasih sayang ibu. Anak ingin menggantikan posisi ayahnya, tetapi tidak mampu, ia bercita-cita untuk “membunuh” ayahnya. Perkembangan yang normal tercapai ketika anak mengidentifikasikan dirinya dengan ayah demi dicintai oleh ibu dan konflik berlalu begitu saja. Karena Tuhan diciptakan berdasarkan citra ayah sebagai cara untuk memuaskan kebutuhan perlindungan dari ayah. Maka orang yang menampik Tuhan, tidak percaya Tuhan – yang selanjutnya jadi tidak beragama – itu sebenarnya ialah orang-orang yang ingin membunuh dan menggantikan posisi ayah.
Paul Vitz menunjukkan bahwa para ateis – dengan sedikit pengecualian – adalah orang-orang yang ditinggal mati ayah pada usia dini atau karena sesuatu hal membenci ayahnya itu. Freud tak percaya Tuhan karena ia memandang ayahnya sebagai bapak yang lemah, pengecut, dan berperilaku seksual menyimpang. Ia membenci ayahnya dan selanjutnya membenci Tuhan yang tercipta dari citra ayah tersebut. Dengan demikian, Freud – dan para ateis – lainnya ialah para oedipus yang “membunuh” ayah-ayah mereka.
Oleh karena itu, Vitz menegaskan, penolakan terhadap Tuhan dan agama bukanlah sesuatu yang terjadi karena hasil perenungan dan penelitian yang sadar. Orang tidak percaya kepada agama bukan karena pembuktian ilmiah. Orang benci agama bukan karena alasan rasional, melainkan karena faktor psikologis yang tak disadari.
coba tolong ceritakan perbedaan antara belief,, believe.. dan faith..
ReplyDeletemohon penjelasannya..
*theJons