Terinspirasi dari sebuah adegan yang terjadi pada tanggal 28 Februari 2011, di kantor pusat sebuah perusahaan kontraktor tambang.
Orang itu, yang duduk di depan pejabat kepegawaian, terlihat membolak-balik lembaran-lembaran kertas dengan hampa.
Perihal isi di dalam surat, saya yakin ia sudah paham benar seluruhnya.
Meski mata terpancang, sungguh tidaklah ia sedang membaca.
Otaknya entah ke mana.
Mungkin berjalan-jalan ke kampung halamannya, menemui ibu-bapak, sambil menaksir; apakah bisa beri ini-itu pada mereka sesuai ia punya rencana.
Bisa juga mampir apel ke rumah kekasih, mengkompromikan; apa adinda tersayang masih ada hati jika abang hanya dapat nafkah sejumput.
Atau pergi mengunjungi rekan-rekan seperjuangan, mencari adakah kawannya yang ambil jalan serupa, lalu melihat apa yang kemudian terjadi dengan mereka.
Tidak mustahil ia berlayar melintas waktu, meloncat ke masa depan dan menerawang masih mungkinkah menggapai cita-cita ideal yang ia pahat sejak kecil.
Jangan-jangan ia hanya diam di tempat saja sedari tadi, tidak ke sana atau ke situ, mengkaji diri; “Inikah ‘saya’ yang mengambil keputusan ? Atau saya hanya terombang-ambing segala tuntutan ? Atau ini tak lebih dari sekedar terlanjur ? Atau ini semua sebatas karena ingin jauh-jauh dari malu ?”
Orang lain ada yang cuma ragu sesaat.
Tapi orang itu, yang duduk di depan pejabat kepegawaian, memikirkannya sampai penat.
Baginya, hari-hari begitu berharga dan sayang bila dilalui tanpa gairah akibat salah siasat.
Salah tanda tangan, habislah riwayat.
Pejabat kepegawaian tetap duduk dengan senyum manis, mengedepankan kesabaran. Padahal, jika kau tengok isi dadanya, di dalam ia berteriak kesal; “Tanda tangan saja atau tidak ! Apa susahnya ?!”
Ooooh… tentu saja susah Pak pejabat !
Itu memang hanya surat
Tapi isinya begitu berat
Bukan surat sembarang surat
Pak pejabat…
Di tangannya itu adalah kontrak kerja sesaat
Di situlah nasibnya tertambat
Ingat, ini surat kontrak kerja sesaat !
No comments:
Post a Comment