Semakin dekat ke era pemilihan umum, semakin santer isu siapa calon presiden dan wakil presiden dibicarakan. Dari pojok taman kampus – tempat kumpulnya para mahasiswa aktivis demo – sampai warung kopi – tempat nongkrongnya abang-abang supir angkot – semuanya ribut memprediksi siapa saja tokoh yang akan maju ke arena pemilihan. Dari remaja putri yang sedang di-creambath di salon-salon mahal sampai ibu-ibu arisan PKK yang sedang belajar membuat prakarya, semuanya heboh membincangkan petaka macam apa yang akan terjadi di Indonesia jika si “anu” atau si “itu” yang terpilih.
Ketika kita bicara soal siapa calon presiden dan wakil presiden yang tepat. Perkara mengenai karakter apa saja yang mesti dimiliki calon pemimpin tersebut demi membawa kemajuan bagi bangsa, tidak bisa dinomorduakan. Tidak semua orang pantas duduk di kursi pimpinan. Hanya orang-orang tertentu yang mempunyai sifat-sifat karakteristik tertentu pula, yang bisa jadi pemimpin. Bila ada orang yang tidak memenuhi kriteria sebagai pemimpin, lalu memaksakan diri maju ke pemilihan dan (celakanya) dia menang. Innalillahi, tak terbayang akan seperti apa rusaknya bangsa ini ia buat. Bangsa
Apa saja karakteristik yang harus dimiliki oleh pemimpin tersebut ?
Yang pertama, pemimpin itu haruslah seorang yang visioner. Dia menentukan arah dan tujuan yang mesti dicapai bangsa ini, kemudian merancang langkah-langkah nyata demi tercapai tujuan tersebut. Pandangannya jauh menerawang ke depan, kalkulasinya akurat dalam memprediksi kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi. Program yang dia rencanakan dan laksanakan ialah program yang berkesinambungan, bila terus digulirkan maka akan berbuah manis di masa yang akan datang. Tak usah jauh-jauh mencari contoh yang pas, lihat saja sang “Bapak Pembangunan”, H.M Soeharto. Dicanangkannya Repelita pada masa pemerintahan beliau, menunjukkan bahwa sedikit banyak tokoh yang sangat kontroversial ini memiliki visi yang jelas bagi bangsa
Yang kedua, pemimpin itu harus punya prinsip atau ideologi yang pasti. Ia harus berani memposisikan dirinya, ada di titik ekstrim mana dia berada, apakah komunis, sosialis, islamis, sekuleris, marhaenis, liberalis, dan lain-lain. Prinsip yang ia pegang teguh akan menentukan arah kebijakannya baik ke dalam ataupun ke luar negeri. Cermatilah Bung Karno yang teguh dengan aliran ciptaannya sendiri yakni marhaenisme yang agak-agak berbau sosialisme. Rakyat memang melarat, tapi sedikit demi sedikit dibawa ke jalan yang lebih baik. Dengan cepat, negara semuda dan sekecil
Yang ketiga, pemimpin itu ialah seorang yang efektif dan efisien dalam bekerja. Meskipun situasi dan kondisi tidak mendukung, ia tetap dapat mempertahankan kinerjanya di level tertinggi. Cepat dan tepat dalam penyelesaian masalah, tidak ngaret dan gerasak-gerusuk tak keruan. Orang yang cocok dijadikan teladan dalam hal ini ialah BJ. Habibie. Si kecil yang cerdas, gesit dan tangkas, bagai si kancil yang banyak akalnya. Kurang lebih tiga bulan saja dia memegang jabatan presiden, situasi negara masih chaos akibat peralihan mendadak, namun Habibie seperti yang tidak ambil pusing. Di bawah tekanan agar ia ikut mundur besama Pak Harto dari istana, ia sempat menstabilkan perekonomian negara dengan menurunkan nilai dollar berpoin-poin. Salut, itu kata yang pantas disandangkan pada beliau.
Yang keempat, pemimpin itu harus memiliki dukungan yang kuat dari rakyatnya. Bahagialah orang-orang seperti Mao Tse Tung, Fidel Castro, Hugo Chavez, yang begitu mendapat dukungan mutlak dari segenap rakyatnya. Apalah artinya seorang pemimpin tanpa dukungan rakyatnya. Bukan lagi sayur tanpa garam, tapi bagai bangunan tak bertiang, jika sampai seorang pemimpin tidak memperoleh restu dari rakyat. Pembangunan dan kemajuan yang masif serta progresif ditentukan oleh sejauh mana rakyat memiliki loyalitas terhadap pemimpinya. China tak akan setangguh sekarang bila rakyatnya tidak memuja Mao Tse Tung sedemikian rupa, Kuba kemungkinan besar sudah musnah sedari dulu bila rakyatnya tidak men-support Fidel Castro habis-habisan, Hugo Chavez tak akan bisa membawa Venezuela ke arah kemajuan bila ia tidak dielu-elukan rakyatnya. Tentu saja, diperlukan keahlian khusus dari seorang pemimpin untuk dapat memobilisasi seluruh rakyat.
Last but not least, seorang pemimpin wajib memiliki spiritual awareness (kesadaran spiritual) yang sangat tinggi. Seorang pemimpin harus yakin benar bahwa segala perbuatannya selama hidup di alam fana ini, pasti akan diperhitungkan dan ada ganjarannya di alam baka kelak. Hukum manusia bisa diotak-atik, dimanipulasi, dihindari, akan tetapi hukum Tuhan ialah mutlak adanya, tak dapat dielakkan sama sekali. Kesadaran spiritual inilah yang akan mencegah seorang pemimpin untuk bertindak kriminal selama ia memegang tampuk kekuasaan. Dengan kesadaran spiritual yang tinggi, khalifah kedua, Umar ibn Khattab sampai tak mau menggunakan fasilitas negara untuk kepentingan pribadi karena takut tergolong tindak korupsi. Apa yang negara beri kepadanya benar-benar hanya ia gunakan untuk kepentingan negara karena itu merupakan amanah rakyat. Andaikata setiap pemimpin di negara kita punya kesadaran spiritual seperti Umar, pasti KPK akan bubar dengan sendirinya.
No comments:
Post a Comment