Judul : Haji Murat
Penulis : Leo Tolstoy
Penerjemah : Koesalah Soebagyo Toer
Penerbit : Pustaka Jaya (2009)
Tebal : 191 halaman
Secara kebetulan, sebelum membaca buku dari Rusia ini, saya
(resensator) membaca juga dua buah karya asing lain yang sama-sama diterbitkan
oleh Pustaka Jaya, yakni Prajurit Schweik (Jaroslav Hasek) dan Dataran Tortilla
(John Steinbeck). Kedua buku tersebut diterjemahkan oleh seorang bernama
Djokolelono. Entah karena ada beda tingkat kesulitan antara Bahasa Ceko
(Prajurit Schweik), Inggris (Dataran Tortilla) dengan Rusia (Haji Murat), atau
memang beda kemampuan menerjemahkan antara Djokolelono dengan Koesalah, atau
memang karena gaya Leo Tolstoy dalam bercerita memang rumit, sehingga jangankan
dipahami dalam bentuk terjemahan, dalam bahasa aslinya pun redaksionalnya njlimet. Kesan pertama yang saya rasakan
ketika membaca Haji Murat ialah sulit.
Sulit mengingat-ingat tokoh-tokoh utamanya, sulit mengerti
istilah-istilah asing spesifik yang memang tidak diterjemahkan, sulit
membayangkan seluk-beluk setting
tempatnya, sulit memahami latar belakang budaya, sosial, agama, sejarah yang
menjadi cangkang cerita. Kesemuanya berujung pada sulit menentukan makna-makna
apa saja yang tersembunyi pada kisah Haji Murat.
Kenapa bisa sulit mengikuti Haji Murat ?. Jawabannya
kembali ke paragraf awal; banyak kemungkinan. Perlu ditambahkan pula ke
dalamnya faktor taraf intelegensi pembaca itu sendiri dalam mencerna kata demi
kata dalam buku. Nah, jadi makin banyak kemungkinan yang bisa berpengaruh.
Banyak kemungkinan, banyak faktor, sebagaimana sebuah
peperangan yang menjadi tema utama Haji Murat. Perang itu rumit, mulai dari
sabab-musabab meletusnya sampai motif keterlibatan orang-orang di dalamnya.
Sering kali peperangan tidak murni muncul karena adanya pembelaan atas suatu
agama, idelologi atau kepentingan tertentu. Apa yang kita yakini sebagai akar
paling mendasar terjadinya sebuah perang, bisa jadi justru hanya alasan-alasan
penguat, pembenaran saja atas berlangsungnya pertempuran. Ibarat peribahasa;
ada udang di balik batu.
Contohnya adalah apa
yang dialami oleh prajurit Adeyev. Datangnya dia di barisan angkatan militer
Rusia ternyata bukan karena rasa nasionalisme yang tinggi. Adeyev ikut ke medan
perang hanya karena menggantikan posisi kakaknya. Lantaran sang kakak baru
menikah, baru akan punya anak, hingga tak tega rasanya jika harus pergi
meninggalkan keluarga demi memenuhi panggilan wajib militer, maka berangkatlah
Adeyev sebagai tumbal. Ada juga perwira Butler yang sebetulnya sudah punya
posisi nyaman di Pasukan Garda namun lebih memilih untuk bertugas di
barak-barak pertahanan daerah perbatasan, yang berarti Butler malah mendekati
tempat terjadinya gesekan-gesekan dengan lawan. Butler memilih mendekati
kematian. Ternyata Butler bukan seorang yang gila perang atau perwira yang
memiliki patriotisme tinggi, justru ia sebenarnya lari dari kejaran hutang. Di
markas Pasukan Garda ia mempunyai banyak hutang karena kalah judi !.
Demikian pula dengan Haji Murat, tokoh paling utama dalam
buku. Berperangnya Haji melawan Kerajaan Rusia bukan karena semangat jihad
menyatukan dataran Chechnya di bawah Panji Islam. Haji ialah seorang pro-Rusia
dan pada saat yang sama kontra ide perang jihad. Kendatipun Haji Murat
digambarkan sebagai orang yang sholeh, niat murni ia mengangkat bedil menghajar
Rusia ialah karena ada dendam pribadi kepada salah satu Khan (pemimpin suku)
sesama pro-Rusia. Namanya Ahmet Khan. Seorang Khan yang amat Haji benci karena
akibat perlakuannya, jatuh kehormatan Haji sebagai laki-laki. Haji Murat
dipermalukan dengan tindakan sodomi. Ini yang menarik. Betapa Haji Murat yang
penuh kharisma, baik karena ketaatan agamanya, latar belakang keluarganya
ataupun aksi-aksi tempurnya, ternyata dia adalah seorang
oportunis. Dari mana Haji mendapatkan kuasa dan oleh karenanya ia dapat
menghimpun loyalisnya untuk memerangi Rusia ?. Dukungan itu datang dari seorang
Imam bernama Shamil. Seorang Imam pemimpin gazavat
(di buku, tertulis; khazawat, artinya; perang jihad) yang jelas-jelas
berseberangan sikap dan pemikiran dengan Haji Murat. Seorang imam yang juga
punya dendam pribadi dengan Haji Murat. Imam menghabisi saudara-saudara
sepersusuan Haji (karena menolah ajakan gazavat)
dan balasannya, Haji membunuh kakak dari Imam Shamil. Antara keduanya, Imam
Shamil dan Haji Murat itu bagai kucing dengan anjing, namun mereka bisa
berdamai karena adanya kepentingan.
Shamil memanfaatkan amarah Haji Murat untuk terus
melemahkan kekuatan militer Rusia. Haji sendiri meski sadar dia dimanfaatkan,
tidak begitu peduli, yang penting dia dapat menangkap Ahmet Khan dan
menuntaskan dendam padanya. Andai kata Ahmet Khan ada di kubu Imam Shamil,
sudah barang tentu kepada Imam-lah Haji akan mengobarkan peperangan. Dan
ternyata itu lah yang kemudian terjadi. Tanpa perlu Ahmet menyeberang ke pihak
Imam Shamil, Haji Murat berbalik arah. Karena memang didasari kepercayaan yang
semu, pada satu titik habis sudah kepercayaan Imam kepada Haji, dulunya
diandalkan kini Haji akan disingkirkan. Sadar kondisi sudah berubah, Haji
segera menyelamatkan diri, namun sayang ia tidak berhasil membawa kabur
keluarganya. Imam menyandera keluarga Haji dan untuk menyelamatkannya, Haji pun
lantas meminta dukungan (membelot) ke pihak Rusia.
Bagaimana rumit bukan ?
Kerumitan kisah Haji Murat merupakan gambaran dari
kerumitan asli perjuangan rakyat Chechnya dalam meraih kemerdekaan. Bagaimana
dorongan untuk mendirikan sebuah negara merdeka ber-ideologi Islam harus
ditempuh dulu dengan menyatukan bangsa Chechen yang terpecah-belah dan memiliki
raja masing-masing (Khan). Seiring usaha penyatuan itu terus bejalan,
perlawanan terhadap agresi Rusia juga tetap harus berlangsung. Mungkin situasi
ini mirip dengan sejarah kita, Nusantara di zaman penjajahan Belanda. Yakni
ketika setiap penguasa (raja-raja di seantero Nusantara) memiliki pendirian
masing-masing dalam menyikapi kehadiran Belanda dan tak jarang menimbulkan
perang saudara. Kurang lebihnya mungkin seperti itu.
Sampai habis Haji Murat saya lahap, semakin saya yakin
untuk tidak setuju dengan beberapa ulasan di internet yang menyebutkan bahwa
buku ini mengisahkan perjuangan bangsa Chechen dalam memperoleh kemerdekaannya.
Sama sekali bukan !. Perjuangan Bangsa Chechen hanyalah latarnya saja. Hampir
separuh buku ini bercerita tentang kegigihan dan transaksi Haji Murat dengan
Rusia demi menyelamatkan keluarganya saja. Tidak atas nama rakyat Chechnya.
Haji Murat lebih mengemukakan intrik dan konflik yang terjadi di dalam internal
rakyat Chechnya itu sendiri. Antara Khan dan rakyatnya yang anti Rusia dengan
Khan beserta rakyatnya yang antek Rusia. Plus dibumbui dengan sentimen-sentimen
pribadi di antara para pemimpinnya.
Di mana bisa anda dapatkan buku ini
?
Haji Murat dapat anda peroleh dengan belanja on line via situs :
www.FOboekoe.blogspot.com. Pemesanannya sangat mudah dengan pelayanan yang
ramah dan terbuka. Membaca Haji Murat bagaikan mempelajari sejarah.
Kesulitan-kesulitan memahami yang dijumpai memancing kita untuk menelusuri
lebih lanjut mengenai sejarah Chechnya. Kiranya tidak perlu merujuk kepada
buku-buku sejarah yang tebal-tebal di perpustakaan, referensi seadanya dari Google juga cukup membantu bila sekedar
melicinkan jalannya cerita ke dalam kepala. Penelusuran yang tidak terlalu
sulit, karena beberapa nama tokoh yang Leo cantumkan di buku ini ternyata
memang ada dan nyata.
No comments:
Post a Comment