Wednesday, July 1, 2015

HAJI YANG DISODOMI




Judul                   : Haji Murat
Penulis                : Leo Tolstoy
Penerjemah         : Koesalah Soebagyo Toer
Penerbit              : Pustaka Jaya (2009)
Tebal                   : 191 halaman

          Secara kebetulan, sebelum membaca buku dari Rusia ini, saya (resensator) membaca juga dua buah karya asing lain yang sama-sama diterbitkan oleh Pustaka Jaya, yakni Prajurit Schweik (Jaroslav Hasek) dan Dataran Tortilla (John Steinbeck). Kedua buku tersebut diterjemahkan oleh seorang bernama Djokolelono. Entah karena ada beda tingkat kesulitan antara Bahasa Ceko (Prajurit Schweik), Inggris (Dataran Tortilla) dengan Rusia (Haji Murat), atau memang beda kemampuan menerjemahkan antara Djokolelono dengan Koesalah, atau memang karena gaya Leo Tolstoy dalam bercerita memang rumit, sehingga jangankan dipahami dalam bentuk terjemahan, dalam bahasa aslinya pun redaksionalnya njlimet. Kesan pertama yang saya rasakan ketika membaca Haji Murat ialah sulit.

          Sulit mengingat-ingat tokoh-tokoh utamanya, sulit mengerti istilah-istilah asing spesifik yang memang tidak diterjemahkan, sulit membayangkan seluk-beluk setting tempatnya, sulit memahami latar belakang budaya, sosial, agama, sejarah yang menjadi cangkang cerita. Kesemuanya berujung pada sulit menentukan makna-makna apa saja yang tersembunyi pada kisah Haji Murat.
          Kenapa bisa sulit mengikuti Haji Murat ?. Jawabannya kembali ke paragraf awal; banyak kemungkinan. Perlu ditambahkan pula ke dalamnya faktor taraf intelegensi pembaca itu sendiri dalam mencerna kata demi kata dalam buku. Nah, jadi makin banyak kemungkinan yang bisa berpengaruh.
          Banyak kemungkinan, banyak faktor, sebagaimana sebuah peperangan yang menjadi tema utama Haji Murat. Perang itu rumit, mulai dari sabab-musabab meletusnya sampai motif keterlibatan orang-orang di dalamnya. Sering kali peperangan tidak murni muncul karena adanya pembelaan atas suatu agama, idelologi atau kepentingan tertentu. Apa yang kita yakini sebagai akar paling mendasar terjadinya sebuah perang, bisa jadi justru hanya alasan-alasan penguat, pembenaran saja atas berlangsungnya pertempuran. Ibarat peribahasa; ada udang di balik batu.
          Contohnya  adalah apa yang dialami oleh prajurit Adeyev. Datangnya dia di barisan angkatan militer Rusia ternyata bukan karena rasa nasionalisme yang tinggi. Adeyev ikut ke medan perang hanya karena menggantikan posisi kakaknya. Lantaran sang kakak baru menikah, baru akan punya anak, hingga tak tega rasanya jika harus pergi meninggalkan keluarga demi memenuhi panggilan wajib militer, maka berangkatlah Adeyev sebagai tumbal. Ada juga perwira Butler yang sebetulnya sudah punya posisi nyaman di Pasukan Garda namun lebih memilih untuk bertugas di barak-barak pertahanan daerah perbatasan, yang berarti Butler malah mendekati tempat terjadinya gesekan-gesekan dengan lawan. Butler memilih mendekati kematian. Ternyata Butler bukan seorang yang gila perang atau perwira yang memiliki patriotisme tinggi, justru ia sebenarnya lari dari kejaran hutang. Di markas Pasukan Garda ia mempunyai banyak hutang karena kalah judi !.
          Demikian pula dengan Haji Murat, tokoh paling utama dalam buku. Berperangnya Haji melawan Kerajaan Rusia bukan karena semangat jihad menyatukan dataran Chechnya di bawah Panji Islam. Haji ialah seorang pro-Rusia dan pada saat yang sama kontra ide perang jihad. Kendatipun Haji Murat digambarkan sebagai orang yang sholeh, niat murni ia mengangkat bedil menghajar Rusia ialah karena ada dendam pribadi kepada salah satu Khan (pemimpin suku) sesama pro-Rusia. Namanya Ahmet Khan. Seorang Khan yang amat Haji benci karena akibat perlakuannya, jatuh kehormatan Haji sebagai laki-laki. Haji Murat dipermalukan dengan tindakan sodomi. Ini yang menarik. Betapa Haji Murat yang penuh kharisma, baik karena ketaatan agamanya, latar belakang keluarganya ataupun aksi-aksi tempurnya, ternyata dia adalah seorang oportunis. Dari mana Haji mendapatkan kuasa dan oleh karenanya ia dapat menghimpun loyalisnya untuk memerangi Rusia ?. Dukungan itu datang dari seorang Imam bernama Shamil. Seorang Imam pemimpin gazavat (di buku, tertulis; khazawat, artinya; perang jihad) yang jelas-jelas berseberangan sikap dan pemikiran dengan Haji Murat. Seorang imam yang juga punya dendam pribadi dengan Haji Murat. Imam menghabisi saudara-saudara sepersusuan Haji (karena menolah ajakan gazavat) dan balasannya, Haji membunuh kakak dari Imam Shamil. Antara keduanya, Imam Shamil dan Haji Murat itu bagai kucing dengan anjing, namun mereka bisa berdamai karena adanya kepentingan.
          Shamil memanfaatkan amarah Haji Murat untuk terus melemahkan kekuatan militer Rusia. Haji sendiri meski sadar dia dimanfaatkan, tidak begitu peduli, yang penting dia dapat menangkap Ahmet Khan dan menuntaskan dendam padanya. Andai kata Ahmet Khan ada di kubu Imam Shamil, sudah barang tentu kepada Imam-lah Haji akan mengobarkan peperangan. Dan ternyata itu lah yang kemudian terjadi. Tanpa perlu Ahmet menyeberang ke pihak Imam Shamil, Haji Murat berbalik arah. Karena memang didasari kepercayaan yang semu, pada satu titik habis sudah kepercayaan Imam kepada Haji, dulunya diandalkan kini Haji akan disingkirkan. Sadar kondisi sudah berubah, Haji segera menyelamatkan diri, namun sayang ia tidak berhasil membawa kabur keluarganya. Imam menyandera keluarga Haji dan untuk menyelamatkannya, Haji pun lantas meminta dukungan (membelot) ke pihak Rusia.
          Bagaimana rumit bukan ?
          Kerumitan kisah Haji Murat merupakan gambaran dari kerumitan asli perjuangan rakyat Chechnya dalam meraih kemerdekaan. Bagaimana dorongan untuk mendirikan sebuah negara merdeka ber-ideologi Islam harus ditempuh dulu dengan menyatukan bangsa Chechen yang terpecah-belah dan memiliki raja masing-masing (Khan). Seiring usaha penyatuan itu terus bejalan, perlawanan terhadap agresi Rusia juga tetap harus berlangsung. Mungkin situasi ini mirip dengan sejarah kita, Nusantara di zaman penjajahan Belanda. Yakni ketika setiap penguasa (raja-raja di seantero Nusantara) memiliki pendirian masing-masing dalam menyikapi kehadiran Belanda dan tak jarang menimbulkan perang saudara. Kurang lebihnya mungkin seperti itu.
          Sampai habis Haji Murat saya lahap, semakin saya yakin untuk tidak setuju dengan beberapa ulasan di internet yang menyebutkan bahwa buku ini mengisahkan perjuangan bangsa Chechen dalam memperoleh kemerdekaannya. Sama sekali bukan !. Perjuangan Bangsa Chechen hanyalah latarnya saja. Hampir separuh buku ini bercerita tentang kegigihan dan transaksi Haji Murat dengan Rusia demi menyelamatkan keluarganya saja. Tidak atas nama rakyat Chechnya. Haji Murat lebih mengemukakan intrik dan konflik yang terjadi di dalam internal rakyat Chechnya itu sendiri. Antara Khan dan rakyatnya yang anti Rusia dengan Khan beserta rakyatnya yang antek Rusia. Plus dibumbui dengan sentimen-sentimen pribadi di antara para pemimpinnya.

Di mana bisa anda dapatkan buku ini ?
Haji Murat dapat anda peroleh dengan belanja on line via situs : www.FOboekoe.blogspot.com. Pemesanannya sangat mudah dengan pelayanan yang ramah dan terbuka. Membaca Haji Murat bagaikan mempelajari sejarah. Kesulitan-kesulitan memahami yang dijumpai memancing kita untuk menelusuri lebih lanjut mengenai sejarah Chechnya. Kiranya tidak perlu merujuk kepada buku-buku sejarah yang tebal-tebal di perpustakaan, referensi seadanya dari Google juga cukup membantu bila sekedar melicinkan jalannya cerita ke dalam kepala. Penelusuran yang tidak terlalu sulit, karena beberapa nama tokoh yang Leo cantumkan di buku ini ternyata memang ada dan nyata.

No comments:

Post a Comment