Ketika wanita tumbuh menjadi insan remaja, jadilah ia primadona di keluarga. Perhatian orang tua hampir 90 persen tertuju pada lekuk tubuh anaknya yang mulai membentuk, dadanya yang mulai mekar, roman wajahnya yang semakin jelas kecantikannya, kelancaran siklus darah haid-nya, gairah nafsunya yang malu-malu kucing dan tentu saja pada keaslian virginitas-nya yang tak ternilai. Sang ibu sedaya upaya membungkus tubuh si gadis dengan pakaian yang menutup aurat agar terjaga kehormatan dari cap-cap jelek masyarakat. Lirikan sadis sang ayah membuat gemetar nyali setiap pemuda yang mendekati anak gadisnya agar terbebas anaknya itu dari lirikan, jamahan, kecupan dan tusukan birahi pria tak bertanggung jawab. Begitu tinggi perlindungan orang tua, melebihi tawaran perlindungan dari instansi asuransi manapun.
Ketika wanita hendak menyeleksi pejantan, kuasa dunia seolah ada di tangannya. Pontang-panting para pria berjuang demi sebuah kata “iya”, tanda diterimanya cinta oleh sang idola. Jutaan sanjungan, bujuk rayu ditelan seorang wanita. Ratusan tangkai mawar, cokelat-cokelat mahal made in Swiss, ditampung seorang wanita. Tak ketinggalan, berloyang-loyang martabak, diberikan kepada keluarganya sebagai “pelicin” mulusnya apel malam minggu. Namun apa daya kaum adam ketika kata “tidak” justru yang keluar dari mulut manis sang pujaan hati. Serasa jungkir baliklah alam dunia bagi si adam yang ditolak. Sebagian berhasil bangkit dari jurang kepedihan, sedangkan sebagian lagi sampai nekad makan racun tikus dua kardus. Benar-benar raja sang wanita itu, ia memegang wewenang mutlak untuk menerima atau menampik.
Ketika wanita terjun berkarir, “undang-undang” spesial di perusahaan melindungi dirinya. Berbagai perusahaan dibuat repot, karena wajib menyusun dan menerapkan peraturan-peraturan khusus bagi para wanita. Agar tidak ada lagi direktur hidung belang yang pura-pura tak sengaja mencolek pantat bahenol sekretarisnya. Agar tak ada lagi karyawan mata keranjang yang penasaran mengintip ke dalam rok mini teman kerja wanitanya. Agar tak ditemukan lagi wanita-wanita berperut kembung karena sedang mengandung masih tetap bekerja, padahal dokter sudah sarankan untuk ambil cuti. Kalau perusahaan mau selamat citranya dari cercaan LSM dan tekanan pemerintah, mau tak mau ia harus buat “undang-undang” khusus wanita tersebut.
Ketika wanita naik pelaminan, pihak kepolisian sudah siap mem-backing dengan penjagaan khususnya. Polisi dengan perangkat undang-undang KDRT-nya, siap siaga menjaga keamanan sang istri dari perbuatan semena-mena suaminya. Sekarang suami tak boleh asal main tempeleng, sekali si istri sakit hati dengan perilaku tersebut, bisa-bisa suami meringkuk di dalam bui. Bahkan suami tak boleh sembarang minta jatah untuk “belah
Ketika wanita teriak lantang meminta persamaan hak, berbagai pujian dan penghargaan ia terima, walau pemikirannya itu sangat kontroversial. Di Amerika
Ketika wanita berperan sebagai ibu di dalam sebuah keluarga, kehadirannya sungguh tak bisa kita remehkan sedikitpun. Apalah artinya seorang bapak tanpa ibu, meski dia menyandang gelar sebagai kepala rumah tangga. Ibu sebetulnya menjabat sebagai komandan rumah tangga. Tanpa pengaturan ibu, gaji bapak sebagai sumber nafkah bisa amburadul pemakaiannya. Tanpa kesabaran ibu, kenakalan anak-anak bisa menjadi tak terkontrol. Tanpa kasih sayang ibu, bayi-bayi bisa tumbuh menjadi orang blo’on dan lemah fisik karena terus dicekoki susu sapi formula. Tanpa perhatian ibu, rumah bisa berantakan bagai kapal pecah. Tanpa perawatan ibu, suami yang sedang sakit bisa berbulan-bulan baru sembuh. Tanpa pengawasan ibu, anak-anak bisa jadi berandalan di jalanan. Tanpa pendidikan ibu, anak-anak bisa jadi orang yang tidak tahu berterima kasih bahkan pada orang tuanya sendiri ketika besar nanti.
Ketika kalender menunjukkan tanggal 22 Desember, maka saya (selaku makhluk berjenis lelaki) mengucapkan; “Selamat hari ibu kepada semua wanita pada umumnya dan kaum ibu khususnya”. Satu lagi bukti bahwa wanita selalu mendapat tempat VIP di segala segi, sampai salah satu tanggal di akhir penghujung tahunpun dijadikan hari khusus untuk “merayakan” mereka. Bahkan sampai dalam komposisi berdoa, Nabi Saw pernah bersabda bahwa tiga kali doakan dulu ibu, baru yang terakhir sekali buat ayah. Sungguh spesial bukan ? Wanita dispesialkan bukan karena apa-apa, ia memang spesial secara natural. Kodrat dari Yang Maha Kuasa. Tak terbantahkan dan tak dapat dipungkiri.
No comments:
Post a Comment