Black… black… black… Djarum Black… Djarum Black Slim… Djarum Black Menthol… Black Innovation Award… Autoblackthrough… black… black… black… Djarum Black… Black Car Community… Black Motor Community… Black Community… black… black… black… hitam………….
Sudah kurang lebih tiga minggu ini, isi pikiran tak jauh-jauh dari apa yang saya tuliskan di atas. Semua serba black, Djarum Black, hitam. Jika dipersentasekan, kurang lebih 70 prosen otak ini didominasi warna hitam. Sekali melihat komputer, yang terbayang ialah black, tulis artikel tentang Djarum Black. Sekali pergi ke warnet, yang terlintas adalah blog, posting sesuatu tentang Djarum Black.
“Konsentrasi dulu ke skripsi…”
Begitu nasehat ibuku, kakakku, dan teman-temanku. Tahun ini, kali ketiga saya mengambil skripsi. Pengambilan pertama, skripsi tak disentuh sedikitpun. Kedua kalinya, rencana buyar di tengah jalan karena ternyata mengerjakan skripsi itu tak semudah yang dibayangkan. Sekarang, yang ketiga, harapan sedikit terbuka, tinggal tancap gas dan toga wisuda di bulan Agustus kelak bukanlah suatu yang mustahil.
“Jangan tulis-tulis yang endak perlu, lebih baik rajin bimbingan…”
Begitu komentar dosen pembimbing di dinding Facebook-ku. Janji setor laporan revisi teringkari. Sudah dua minggu aku hilang dari peredaran jadwal bimbingan. Dosenku itu hanya cemas, jangan sampai perjalan skripsiku yang sudah sampai pertengahan, justu malah terbengkalai.
“Tak mungkin manusia itu dapat melakukan multitasking…”
Tiba-tiba teringat pada petuah atasanku waktu magang di sebuah perusahaan event organizer, beberapa bulan ke belakang. Tuntaskan satu dulu, baru lanjut ke tugas berikutnya. Manusia hanya diberi dua tangan dan satu otak. Mengerjakan dua pekerjaan sekaligus hanya akan menimbulkan apa yang disebut ilmu organisasi sebagai work stress (stres kerja). Dalam hal-hal tertentu, quality ialah segalanya. Pengerjaan dua atau lebih tugas dalam satu waktu dikhawatirkan akan merusak mutu pekerjaan.
“Deadline skripsi relatif masih jauh, adapun tenggat waktu Black Blog Competition Vol. 2 sudah di depan mata….”
Pikiran pendek mengatakan; “Apa salahnya menunda dulu skripsi dan mengejar yang paling dekat”. Hati mengiyakan, namun tiba-tiba memori menguak kembali pengalaman di semester lalu. Penundaan biasanya berkelanjutan walau tugas sampingan telah selesai dan akhirnya skripsi benar-benar jadi terabaikan. Inilah sekarang hasilnya, teman-teman lulus, sedang saya masih berkutat dengan skripsi.
“Tak ada waktu untuk menulis artikel Djarum Black ?”
Terbesit pikiran tersebut. Lagi pula tak ada jaminan saya akan menang. Untuk menang mungkin terlalu jauh, masuk 10 besar saja dulu, inipun tak ada jaminan. Perasaan menyetujuinya. Toh lulus S-1 Psikologi menempati urutan pertama dalam daftar skala prioritas hidup saya. Blokir diri dari segala sesuatu yang mengganggunya. Jangan elodan, begitu kalau kata orang Sunda. Maksudnya mudah terbuai oleh godaan-godaan hingga ketetapan hati akhirnya menyimpang.
“Tidak pernah ada istilah ‘tak ada waktu’ bagi seorang manusia…”
Saya ingat ceramah Aa Gym. Bagi Aa, “tak ada waktu” itu tak ada. Tuhan sudah memberi kita 24 jam dalam sehari, 7 hari dalam seminggu, 4 minggu dalam sebulan, dan 12 bulan dalam setahun. Begitu banyak waktu yang kita punyai, maka istilah “tak ada waktu”, betul-betul tak bisa diterima. Yang penting ialah pengaturan yang tepat dan jangan menunda-nunda sesuatu yang telah kita atur tersebut. Inilah prinsip dari bunyi firman Tuhan; “Dan apabila kamu telah menyelesaikan suatu pekerjaan maka kerjakanlah pekerjaan berikutnya” (Q.S. Al-Insyirah : 7).
“Semua orang butuh katarsis…”
Begitu kata salah satu temanku. Katarsis itu artinya pelampiasan. Ya, saya mengangguk berkali-kali. Menulis artikel untuk Djarum Black ini saya rasakan sebagai suatu bentuk katarsis. Pelampiasan dari macetnya pikiran untuk menulis buku selanjutnya. Penyaluran hasrat menulis di waktu-waktu senggang pada perpanjangan masa kuliah yang lengang ini, toh sayapun tidak menulis skripsi terus-terusan. Dan saya yakin, ini bukan sembarang katarsis, karena ini katarsis yang produktif. Saya elodan ? Ah itu tergantung. Seperti kata Aa Gym, yang penting pengaturan dan tekad kita untuk mematuhi aturan yang telah kita buat sendiri tersebut. Walhasil, inilah sekarang, posting artikel berjalan lancar, dan justru saya akan menyesal kalau mengikuti saran orang-orang yang menginginkan saya untuk berhenti. Skripsi ? Alhamdulillah, bimbingan terus saya jalani.
“Menang kompetisi sekaligus lulus ?”
Itu impian terbesar saat ini. Untuk keduanya tak ada jaminan. Yang membuat kedua target itu serasa nyata adalah rasa optimis dalam diri kita sendiri. Masa depan siapa bisa terka ? Cita-cita dan ambisi siapa bisa jamin terwujud ? Pada titik inilah kita sebagai manusia wajib berserah diri pada si faktor X yang sering kita abaikan, yakni Tuhan Yang Maha Berkuasa. Apa daya kehendak manusia jika Tuhan tentukan lain. Oleh karenanya, setelah memacu manusia agar terus semangat bekerja, di akhir penutup Surat Al-Insyirah, Tuhan berfirman; “Dan kepada Tuhanmu hendaknya kamu berserah diri”.
No comments:
Post a Comment