NIAT (INTENTION)
I. Definisi
Intensi secara harfiah bermakna niat. Icek Ajzen dan Martin Fishbein (1975) mendefinisikan intensi atau niat ini sebagai kemungkinan subjektif (subjective probability) individu untuk berperilaku tertentu. Mengukur intensi berarti mengukur kemungkinan seseorang tentang akan berperilaku tertentu atau tidak (Anwar, dkk, 2005). Intensi ini merupakan akumulasi dari tiga faktor, yakni; (1) sikap, (2) norma subjektif, dan (3) persepsi atas kontrol perilaku.
Di tingkat sikap, berbicara mengenai keyakinan yang dipegang seseorang, yang dengan keyakinannya tersebut ia menilai objek yang dihadapi. Sementara itu pada tataran norma subjektif, dilihat bagaimana seseorang mempersepsikan tentang harapan lingkungan padanya dan apakah individu berkeinginan untuk bertindak sesuai harapan tersebut atau tidak. Adapun di persepsi atas kontrol perilaku (perceived behavior control), dibicarakan mengenai bagaimana seseorang melihat kesempatannya untuk berperilaku, apakah ada hambatan atau tidak, apakah mudah atau tidak.
Jika sikap positif dan individu terdorong untuk berbuat sesuai harapan lingkungan untuk melakukan suatu perbuatan, ditambah individu melihat bahwa tidak ada hambatan baginya untuk berperilaku maka kemungkinan munculnya perilaku tinggi. Dengan kata lain, niatnya besar. Bila sikap negatif, individu tidak mau menentang harapan lingkungan padanya, dan individu merasa tidak akan mampu melakukan suatu perbuatan, maka niat menjadi lemah, yang ini berarti kemungkinan dia berperilakupun rendah.
Para teoritikus sikap memiliki pandangan bahwa sikap seseorang terhadap suatu objek sudah dapat dijadikan prediktor apakah ia akan melakukan suatu tindakan atau tidak. Icek Ajzen dan Martin Fishbein (1975) berpendapat berbeda, mereka menyatakan bahwa sikap seseorang itu belum cukup pasti untuk memunculkan suatu perilaku. Melalui theory of reasoned action (TRA), keduanya kemudian menambahkan faktor siubjective norms sebagai faktor tekanan lingkungan yang ikut andil dalam memunculkan perilaku. Akumulasi dari faktor sikap dan norma subjektif tersebut disebut Ajzen dan Fishbein sebagai intention.
Intention (intensi) seara harfiah bermakna niat. Secara konseptual, intensi adalah kemungkinan subjektif (subjective probability) seseorang untuk melakukan suatu tindakan atau tidak. Mengukur intensi berarti mengukur kemungkinan seseorang dalam melakukan tindakan tertentu.
TRA dinilai memiliki kelemahan. Adanya penekanan pada faktor norma subjektif dianggap terlalu melemahkan faktor individu sebagai pengendali atas tingkah lakunya sendiri. Oleh karenanya, pada tahun 1985, Icek Ajzen mengembangkan TRA menjadi theory of planned behavior (TPB). Dalam TPB satu lagi faktor ditambahkan sebabai penentu niat seseorang, yakni perceived behavioral control.
Perceived behavioral control menyangkut aspek motivasi yang terkandung di dalam intensi. Melalui intensi akan tergambarkan seberapa keras individu berusaha dan seberapa besar usahanya untuk menampilkan suatu tingkah laku.
Jadi, di dalam intensi terdapat tiga determinan yang menentukannya, yakni sikap terhadap objek (attitude toward behavior), norma subjektif (subjective norms) dan perceived behavioral control. Secara umum, jika seseorang memiliki sikap positif terhadap suatu objek, mendapatkan dukungan lingkungan untuk melakukan suatu tindakan tertentu, dan ia merasa bahwa tidak ada hambatan untuk melaksanakannya, maka intensi-nya akan kuat. Dengan demikian, kemungkinan orang tersebut untuk berperilaku sangat tinggi.
Skema Perilaku Menurut Theory Of Planned Behavior
II. Attitude Toward Behavior (ATB)
Sikap didefinisikan sebagai perasaan umum seseorang terhadap suatu objek, yakni tentang evaluasinya apakah menyenangi (favourable) atau tidak (unfavourable) pada objek tersebut. Objek dalam sikap ialah perilaku itu sendiri.
Sikap terhadap perilaku ialah penilaian subjektif dari individu, menyangkut pengetahuan dan keyakinannya tentang perilaku tertentu, baik-buruknya, keuntungan-manfaatnya.
Berdasarkan TPB, sikap ditentukan oleh adanya keyakinan atas konsekuensi dari tingkah laku. Hal ini disebut dengan keyakinan bertingkah laku (behavioral beliefs). Selain behavioral beliefs, sikap juga ditentukan oleh evaluation toward object, yakni penilaian seseorang terhadap hasil-hasil yang dimunculkan dari suatu perilaku.
Bila dirumuskan, akumulasi dari behavioral belief dan evaluation akan menghasilkan perkiraan dari sikap seseorang.
ATB = B + E
Keterangan :
ATB : attitude toward behavior
B : behavioral belief. Keyakinan bahwa perilaku tertentu akan Mendatangkan konsekuensi tertentu pula
E : evaluasi terhadap hasil dari perilaku, baik-buruk, positif-negatif.
III. Subjectve Norms (SN)
Konsep SN merupakan representasi dari tuntutan atau tekanan lingkungan yang dihayati individu. Menunjukkan keyakinan individu atas adanya persetujuan atau tidak dari figur-figur sosial jika ia melakukan suatu perbuatan.
Ajzen dan Fishbein mendefiniskan SN ini sebagai persepsi seseorang atas pikiran kebanyakan orang lain yang penting baginya bahwa ia seharusnya berbuat sesuatu atau tidak. Dalam SN orang lain yang dimaksud biasanya ialah significant other bagi orang yang bersangkutan.
Figur-figur sosial yang penting bisa saja termasuk di dalamnya orang tua, teman dekat, suami atau istri, rekan kerja, semuanya bergantung pada jenis tingkah lakunya. SN dibentuk oleh dua aspek, yakni (1) keyakinan normatif, dan (2) keinginan seseorang untuk berperilaku sesuai harapan lingkungan.
Normative belief berbicara mengenai apa yang dipersepsikan seseorang terhadap pemikiran orang lain bahwa ia harus bertindak seperti harapan mereka. Individu tidak akan menampilkan suatu tingkah laku jika figur istimewa tidak menginginkan mereka bertingkah laku seperti itu.
Kenyataannya, seseorang bisa saja tidak memenuhi tuntutan lingkungan tersebut. Ini tergantung kepada seberapa besar keinginan individu itu sendiri untuk mematuhi tuntunan lingkungan padanya. Hal ini yang disebut dengan motive to comply sebagai aspek kedua yang menentukan pembentukan SN seseorang.
Secara rumus, SN ditulis :
SN = N + M
Keterangan :
SN : subjective norms. Persepsi seseorang atas harapan orang lain, terutama dari significant other tentang bagaimana semestinya ia berperilaku
N : normative belief. Apa yang dipersepsikan individu tentang harapan- harapan lingkungan padanya.
M : motive to comply. Seberapa kuat keinginan individu untuk berbuat sesuai dengan harapan lingkungan padanya.
IV. Perceived Behavioral Control (PBC)
PBC merupakan persepsi seseorang mengenai mudah atau sulitnya menampilakn perilaku tertentu. Keyakinan yang mendasarinya bisa berupa pengalaman masa lalu atau informasi-informasi mengenai perilaku tertentu.
PBC memiliki dua aspek; seberapa besar seseorang memiliki kontrol atas perilakunya, ditunjukkan dengan adanya dukungan atau hambatan, dan seberapa percaya diri seseorang bahwa ia dapat melakukan suatu tindakan tertentu. Aspek yang pertama disebut dengan control belief, sedangkan yang kedua dinamai perceived power.
Dengan demikian, rumus dari PBC ini adalah :
PBC = C + P
Keterangan :
PBC : perasaan seseorang bahwa ia mampu bertingkah laku tertentu.
C : control belief. Keyakinan seseorang akan adanya hambatan atau dukungan bagi dia untuk melakukan suatu perbuatan.
P : perceived power. Kekuatan keyakinan seseorang bahwa ia bisa berbuat sesuatu.
Thank you for your informations.
ReplyDeleteSaya jadi lebih mengerti tentang intention. =)
Saya ijin untuk ngutip terjemahan dari halaman ini yah untuk penelitian saya,,,(n_n)/