Friday, February 12, 2010

IRONI


Sungguh disayangkan tidak ada keyword Perguruan Tinggi Islam Idaman, Perguruan Tinggi Islam Terbaik atau Perguruan Tinggi Islam Favorit Indonesia dalam ketentuan syarat Lomba Blog UII. Idealnya, kata kunci yang merujuk kepada perguruan tinggi Islam tersebut juga tercantum, sebab Universitas Islam Indonesia (UII) sendiri merupakan perguruan tinggi yang menjadikan nilai-nilai Islami sebagai salah satu credit point-nya. Bagi perguruan tinggi bernapaskan Islam seperti UII, masyarakat muslim tentu memiliki harapan dan pemaknaan tersendiri tentang seperti apa nilai-nilai Islam dijalankan di perguruan tinggi bersangkutan dan hal tersebut menjadi salah satu pertimbangan dalam mendefinisikan sebuah Perguruan Tinggi Idaman.

Mendefinisikan perguruan tinggi Islam idaman itu penting, karena kini ada kekhawatiran bahwa kata Islam yang tercantum dalam nama perguruan tinggi akan benar-benar menjadi embel-embel belaka. Kekhawatiran tersebut tentu bukannya tidak berdasar. Nilai-nilai pendidikan sekuler sekarang lebih menonjol di perguruan-perguruan tinggi Islam, baik dilihat dari kegiatan belajar mengajarnya, apalagi jika ditinjau dari segi kehidupan (aktifitas) mahasiswa dan perkampusan sehari-harinya. Masyarakat luas bahkan saya sendiri sebagai mahasiswa dari salah satu universitas Islam swasta di Bandung, akan sedikit kebingungan untuk mencari mana nilai-nilai Islaminya dari sebuah perguruan tinggi berunsur kata Islam pada namanya.

Sebagai contoh, di perguruan tinggi tempat saya kuliah, masih ada ditemukan mahasiswa-mahasiswa yang tak bisa baca Al-Quran. Kegiatan-kegiatan Islami yang diselenggarakan oleh unit-unit kegiatan mahasiswa Islam kerap kali sepi pengunjung, tapi jika ada panggung musik, mahasiswa berdatangan tanpa banyak pengumuman. Di sana-sini tidak sulit menemukan mahasiswi yang berpakaian serta berdandan hot and sexy. Semua hanya sebagian kecilnya, masih banyak ironi lainnya yang terjadi. Ironi, sungguh ironi, sebuah perguruan tinggi Islam ternyata diisi oleh orang-orang yang tidak terlihat seperti Islam.

Tidak berarti pihak universitas tak berupaya untuk menerapkan nilai serta ajaran Islam. Hanya saja, hasilnya masih kurang optimal, selalu tidak optimal. Hal ini tak bisa lepas dari karakter keberagamaan mahasiswa. Keberagamaan merupakan bagian dari personality individu. Adapun personality itu merupakan suatu pola perilaku individu, baik itu yang tampak (overt) ataupun tak kasat mata (covert), yang sifatnya relatif menetap dan oleh karenanya cenderung sulit dirubah. Hasil program-program atau kegiatan-kegiatan Islami menjadi tidak optimal karena mahasiswa-mahasiswanya sendiri, mayoritas memiliki karakter keberagamaan yang tidak kuat. Dapat dipahami pula kenapa nilai dan ajaran Islami tidak tercermin dalam kehidupan keseharian kampus, karena memang individu sudah terbiasa tidak Islami dari sebelum masuk kampus. Sampai sini kita melihat bahwa salah satu hal yang mesti diperbaiki agar sebuah perguruan tinggi Islam dapat benar-benar menjadi Islami – sesuai dengan nama, slogan dan tujuannya – ada pada soal sistem seleksi mahasiswa baru.

Penyeleksian memiliki fungsi filter, menyaring. Menyaring apa ? Menyaring sekelompok orang dengan karakteristik tertentu. Untuk Apa ? Agar orang-orang yang masuk ke dalam sebuah lembaga ialah mereka yang memiliki karakteristik cocok dan dibutuhkan oleh lembaga tersebut. Kenapa harus disaring ? Harapannya, bila karakteristik individu sudah cocok dengan apa yang dibutuhkan oleh lembaga, maka orang tersebut akan menunjukkan performance yang baik serta menunjang lembaga dalam meraih tujuannya. Bagaimana dengan mereka yang tidak terpilih ? Apakah tidak mungkin untuk merubah karakteristik mereka agar sesuai dengan karakter lembaga ? Tentu saja karakteristik bisa disesuaikan, dengan kata lain, dirubah. Namun tentu “lebih mudah menumbuhkan pohon pada lahan yang di dalamnya sudah tertanam bibit, dari pada menumbuhkan pohon di lahan yang benar-benar masih polos”.

Dalam rangka sebuah perguruan tinggi Islam betul-betul mengejawantah atau mewujud menjadi sebuah perguruan tinggi berdasar nilai Islam. Idealnya, sedari dini telah diupayakan agar individu-individu yang berkuliah di sana ialah mereka yang sudah memiliki basic atau karakter Islami. Dengan demikian, program serta kegiatan perguruan tinggi di bidang keislaman diharapkan akan lebih mudah diterima dan membudaya. Ke depannya, tercapailah apa yang diharapkan, yakni sebuah perguruan tinggi dengan kehidupan kesehariannya yang berkhazanah Islam dan mampu mencetak kader-kader (baca : lulusan) yang Islami pula.


Itulah definisi Perguruan Tinggi Idaman, dalam konteks untuk sebuah perguruan tinggi islam seperti UII. Kiranya masyarakat muslim tidak akan memiliki idaman neko-neko terhadap sebuah perguruan tinggi dengan cap Islam. Yang dicita-citakan ialah hanya pembuktian bahwa perguruan tersebut benar-benar menjunjung tinggi nilai Islam.

1 comment: