Judul :
Dua Dunia
Jenis :
Kumpulan Cerpen
Penulis :
Nh. Dini
Penerbit : Pustaka Jaya (cetakan pertama,
2014)
Jumlah halaman :
112
Buku Dua Dunia ini merupakan karya
pertama dari Nh. Dini, seorang sastrawati feminis, begitu biasa para ahli dan
pengamat mencapnya. Ditulisnya ketika Nh. Dini masih mengenyam bangku SMA,
kemudian diterbitkan pertama kali di tahun 1956. Buku yang saya (resensator)
pegang dan resensinya anda baca ini merupakan hasil terbitan Pustaka Jaya,
tahun 2014. Pada buku terbitan 1956, Dua Dunia hanya terdiri dari 7 (tujuh)
cerita pendek. Sedangkan di edisi Pustaka Jaya, Nh. Dini memberi bonus 3 (tiga)
cerita sehingga genap 10 (sepuluh) jumlahnya. Ketiga cerita tersebut beliau
tulis di tahun 1982 – 1983.
Sisi itulah yang menarik bagi
resensator; 7 cerita “asli” dan 3 cerita “tambahan.” Ada perbedaan gaya menulis
yang cukup kentara antara Nh. Dini di usia 20-an dengan Nh. Dini di usia 50-an.
Kekuatan 7 cerpen pertama yang Nh. Dini tulis di usia belia terletak pada
dialog. Sedikit deskripsi, banyak bincang-bincang. Melalui perbincangan antar
peran inilah pembaca diajak untuk menerka-nerka mengenai apa yang sebenarnya
terjadi di dalam cerita. Ada semacam teka-teki yang memancing pembaca untuk “sok
tahu” atas isi cerita yang sesungguhnya. Jawaban sekaligus kejutan tentu ada di
penghujung cerita yang membuat pembaca ber-oh panjang dalam pikiran. Kejutan di
akhir yang bisa membuat pembaca untuk berdiam sejenak, mengingat-ingat dan
merangkai kembali penggalan-penggalan cerita lantas disambungkan kepada
klimaks, sehingga barulah mendapat pemahaman yang utuh terhadap keseluruhan
cerita.
Di bagian sinopsis yang tercetak di
jilid belakang buku, seseorang, entah siapa menulis; “……seakan-akan untuk
klimaks itulah ceritanya disusun.” Ya, hal itu terasa benar dan bagaimana Nh.
Dini menyusun klimaks tersebut itu ialah melalui dialog antar peran. Paling
terasa ada di 2 (dua) cerpen pertama, yakni; Dua Dunia dan Istri Prajurit.
Banyak dialog dengan latar tempat
yang itu-itu saja; kamar tidur (Dua Dunia), ruang tamu (Istri Prajurit dan
Pendurhaka), ruang warung (Perempuan Warung), kamar rawat inap (Penemuan),
membuat cerpen Nh. Dini lebih mirip naskah drama yang di-cerpen-kan a la Utuy
Tatang Sontani. Nama yang saya sebut barusan, ternyata muncul di salah satu
cerpen, yakni di cerpen Penemuan. Tahun 1950-an, nama Utuy Tatang Sontani cukup
tersohor, hingga saking terkenalnya, drama-drama gubahan yang bersangkutan –
katanya – di era tersebut masuk ke sekolah-sekolah sebagai bahan ajar dan
latihan siswa-siswi dalam mempelajari drama. Entah memang benar gaya bercerita
Nh. Dini sedikit banyak dipengaruhi sosok Utuy atau tidak, sejauh ini
resensator hanya menduga-duga saja.
Resensator tidak punya bahan lain
karya Nh. Dini selain buku ini. Kalaupun pernah membaca, sudah dipastikan itu
hanya berupa kutipan satu-dua paragraf yang tercantum di buku pelajaran Bahasa
Indonesia kala resensator masih menempuh pendidikan di SMP dan SMA. Kutipan
dari cerpen atau novel yang mana serta apa isinya, sehurufpun tak ada bayangan.
Apa yang masih melekat sampai sekarang di dalam batok kepala resensator ialah
bahwa Nh. Dini merupakan seorang feminis. Melalui buku Dua Dunia ini, petunjuk mengenai
sabab-musabab nama Nh. Dini sering disandingkan dengan kata ‘feminis’ kurang-lebihnya
sudah bisa kita temukan. Kecuali cerpen
Jatayu, keenam cerpen lain secara gamblang menyampaikan pesan penulisnya
tentang bagaimana sepatutnya wanita dipandang serta diperlakukan oleh
masyarakat. Pada saat yang bersamaan juga soal bagaimana seharusnya wanita
menyikapi tuntutan zaman yang terus berkembang. Mungkin ini juga yang membuat
Nh. Dini mengambil bentuk banyak dialog dalam cerpennya. Memang nampaknya lebih
mudah dan sederhana untuk menyampaikan pesan-pesan inti dalam cerita melalui
dialog. Penulis memecah kepribadiannya ke dalam beberapa tokoh kemudian
menggambarkan pergelutan pemikiran di otaknya sendiri melalui adu argumentasi
antar tokoh tersebut.
Adapun tiga cerpen berikutnya yang
ditulis Nh. Dini di periode dewasa akhir, bisa dikatakan hampir kebalikannya. Tidak
begitu banyak dialog, cerita disusun dalam deskripsi yang apik dan memikat. Ketika
di tujuh cerita pertama nuansa ketegangan menyelimuti, di tiga cerita terakhir;
Warung Bu Sally, Liar dan Keberuntungan, penyampaian lebih santai bahkan ada unsur-unsur
jenaka yang bisa membuat pembaca mesam-mesem sendiri.
Pun demikian dengan isi cerita, ada
pergeseran. Di tahun 1956, ketika buku ini pertama kali terbit, Nh. Dini
menggambarkan tokoh-tokoh wanita yang masih dalam pergulatan. Berjuang untuk
mencapai suatu nilai lebih tersendiri di mata masyarakat. Adapun di cerita yang
ia buat di tahun 80-an, sebagaimana tercermin di Warung Bu Sally dan
Keberuntungan, sosok wanita yang ia buat lebih hidup, aktif (mengambil peran),
dominan dibanding sebagai pihak yang pasif, lemah, tersudut bahkan tertindas.
Nh. Dini mencoba menunjukkan bahwa wanita bisa memainkan peran sebagai
laki-laki, dalam hal-hal tertentu malah “mempermainkan” laki-laki. Jika ditarik
sebagai sebuah proses yang berkesinambungan, maka seolah ada benang penghubung
antara tujuh cerpen awal dengan tiga cerpen berikutnya, yakni; perjuangan yang
akhirnya membuahkan “kemenangan.” Tentu saja hal inipun tidak bisa terlepas
dari kondisi sosial, ekonomi dan budaya Indonesia yang dialami saat itu; saat
dia hidup di era 50-an dengan 30 tahun setelahnya.
Proses, ya secara keseluruhan
itulah yang resensator tangkap dari Dua Dunia edisi Pusataka Jaya ini. Tentang gaya
bercerita (penulisan) dan isi kepala seorang gadis remaja dengan gaya tutur
serta pemaknaan seorang ibu sepuh. Perbedaan yang nampak terasa. Apa yang sama
antara Nh. Dini muda dan tua ialah kepekaannya terhadap kondisi sosial yang terjadi
di sekitarnya. Seperti yang ia tulis sendiri di bagian pembuka; “Tulisan-tulisan
saya lebih banyak mengandung kenyataan hidup dari pada hanya khayalan.” Dan kaya-karya
tulis yang memotret dinamika kehidupan sosial, kendatipun ia tentang suatu masa
yang lampaunya jauh sekali dari waktu kita di kekinian, ketika kita baca selalu
saja dapat kita temukan relevansi-relevansi pola perilaku manusia. Mungkin karena
itulah ada pemeo yang mengatakan; “hidup itu sekedar pengulangan dari pola-pola
yang sama.”
Di mana bisa anda dapatkan buku ini ?
Dua
Dunia dapat anda peroleh dengan belanja on
line via situs : www.FOboekoe.blogspot.com. Pemesanannya sangat mudah dengan
pelayanan yang ramah dan terbuka. Buku ini layak untuk anda miliki sebagai
koleksi, terutama bagi anda penggemar cerita pendek telebih lagi penikmat
sastra lama. Anda tidak akan menyesal menyimpan karya yang memiliki nilai
sejarah tersendiri dari seorang penulis legendaris sekaliber Nh. Dini.
No comments:
Post a Comment